Saturday, November 21, 2009

From Nothing to Something


Grand Final Lomba Siaran KISI FM

Perasaan grogi, deg-degan sekaligus haru memenuhi perasaan sepuluh finalis Grand Final Lomba Siaran KISI FM yang mengambil tema “Out Of The Box” yang bertempat di Atrium Ekalokasari Plaza (21/11) kemarin.

Setelah perjuangan cukup panjang dengan mengalahkan ratusan peserta yang mengikuti audisi sejak awal November lalu terpilihlah 80 peserta. Mereka mengikuti berbagai audisi yang mengasah kreatifitas, penilaian wawasan dan attitude hingga terpilihlah sepuluh finalis. Mereka adalah Adi, Ridwan, Ute, Bobby, Vonny, Cory, Diaz, Frida, Maya, dan Tata.

“Dari kesepuluh finalis ini, kami memilih lima pemenang yang terdiri dari juara 1, 2, 3, dan juara harapan. Satu lagi adalah pemenang polling melalui SMS. Mereka akan kami training selama tiga bulan sebelum siap untuk melakukan siaran sendiri,” ujar Linda Andriansyah, ketua panitia kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Selain itu, lomba Siaran KISI FM yang mengambil tema “Out Of The Box” ini adalah lomba yang ke 26 dilaksanakan oleh crew KISI FM.

Wanita yang menjabat sebagai Account Executive inipun berharap dengan diadakannya lomba siaran ini akan menjaring bibit baru para penyiar muda yang memiliki karakter, wawasan, dan nuansa baru dalam kancah penyiaran Bogor khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
Sebelum tampil dalam grand final. Mereka juga dibekali dengan workshop selama tiga hari yang mengolah ilmu broadcasting, pernafasan, dan vokal.

“From Nothing to Something,itulah yang kami harapkan. Kami memang benar-benar mencari orang-orang baru yang akan kami asah dalam keluarga Kisi FM yang solid,” ujar wanita yang mengaku telah tujuh tahun bekerja di radio yang berlokasi di jalan Puter No.1, Tanah Sareal itu.

Acara yang dilangsungkan sejak pukul 13.00 WIB itu pun menghadirkan band Brava, Revo Band, Cas, Alda and The Tiger. Para juri dipilih dari pihak penyiar KISI FM dan ex crew KISI yaitu Ferry, Ebing, dan Sandy. Mereka menetapkan Hilda sebagai juara satu penyiar KISI FM, Tata juara dua, Cory juara tiga dan Ute sebagai juara harapan, sedangkan Vonny menjadi pemenang polling SMS.

Sunday, November 15, 2009

Pizza Hut Buka Gerai di Empang


Setelah suskes membuka restoran Pizza Hut di Botani Square, PT. Sari Melati Kencana pemegang franchise Pizza Hut Indonesia kembali membuka outlet terbarunya di Jl. Pahlawan 167 Minggu (15/11).
Restoran yang mengusung konsep restoran keluarga ini merupakan cabang restoran ke 188 dan merupakan cabang ke lima yang dibuka di Kota Bogor. Restoran Pizza Hut cabang Pahlawan ini memiliki dua lantai yang dilengkapi bangku taman dengan maksud memberikan kenyamanan kepada pengunjung.
Sedangkan ruangan lantai dua didesain khusus untuk smoking room. Parkir mobil yang diletakkan di area belakang pun memuat 20 mobil dan parkir depan sebanyak 50 motor. Restoran ini difokuskan untuk melayani dine in dan take away.
“All out, dengan outlet terbaru ini kami menginginkan pengunjung merasa dilayani sepuasnya dengan servis terbaik. Misi kami adalah menjadikan Pizza Hut Indonesia terbaik di dunia,” papar Matroji, District Manager Pizza Hut kepada Jurnal Bogor kemarin.
Potensi pasar di Kota Bogor cukup baik, terlebih lagi outlet Pizza dekat Makam Pahlawan dan pusat rekreasi terbesar di Bogor, The Jungle. Kedepannya bukan tidak mungkin akan menumbuhkan ekonomi di sekitar restoran tersebut.
“Selain memberikan kemudahan pada pelanggan Pizza Hut yang berdomisili di sekitar Bogor Selatan untuk menikmati menu-menu terbaru kami. Usaha kami ini pun memberikan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar Bogor,” tambah Oji panggilan akrabnya.
Dalam Grand Opening tersebut, hadir Danramil Bogor Selatan (Bogsel) Kapten Inf Ermansyah, Camat Nandang Sunarmat, Kapolsek, Ketua RW 09 Iip Syarifudin, dan
Lurah Empang, Daden Diana.
“Saya sangat merespon dibukanya restoran berstandar internasional ini, karena telah membantu mengurangi jumlah pengangguran, dan Insyaallah juga mengajak pihak manajemen Pizza Hut untuk berzakat,” tandas Daden Diana.

Nick Carnival Guncang Botani Square


Lebih dari seribu orang memadati Nick Carnival Global TV yang digelar pada Minggu (15/11) kemarin. Suasana Botani Square serta merta mendadak padat karena telah diserbu oleh anak-anak dan para orangtua yang memadati halaman Botani Square sejak pukul sembilan pagi.
“Untuk ukuran mall, jam sembilan adalah jam pagi yang sangat jarang pengunjungnya. Namun hadirnya Nick Carnival benar-benar membuat warga Bogor dan sekitarnya sangat antusias. Padahal acaranya sendiri baru dimulai pukul 10.30,” kata Niken Oktaviani, marketing communication Botani Square.
Acara yang disiarkan secara off air tersebut mengajak para pengunjung Botani Square nonton bersama acara-acara Nickelodeon dan menghadirkan berbagai hiburan seperti badut, acrobat, sulap, foto bareng di rumah nanas Spongebob, face painting dan bouncing castle.
“Semua kami berikan gratis kecuali bouncing castle. Awalnya kami ingin semua dapat menikmatinya, namun jika semua bisa, khawatir terjadi pembludakan pemain. Akhirnya kami memberikan kupon bermain selama 10 menit kepada pengunjung yang membeli produk sponsor minimal Rp 10.000 pada stand yang telah disediakan,” ujar Danti, marketing communication Nicklodeon, Global TV kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Suasana semakin ramai ketika tokoh kartun Spongebob yang menjadi icon acara tersebut menampakan diri di atas panggung. Jeritan dan raungan memanggil tokoh kartun pujaan yang rata-rata digemari anak sekolah dasar itu semakin histeris.
Menurut Danti, acara yang dilangsungkan mulai pukul 10.30 WIB sampai 16.30 WIB itu bertujuan untuk meningkatkan awareness kepada para pemirsa Global TV di Bogor untuk terus mengikuti acara-acara Nicklodeon yang semakin seru dan selalu memiliki serial-serial terbaru.
Global TV sebagai pemegang hak siar program anak-anak Nickelodeon dapat dikatakan sukses dengan dilaksanakannya acara ini. Terlihat dari rating acara Nicklodeon yang tinggi dan hampir merata disetiap daerah yang memungkinkannya Nick Carnival selalu diserbu oleh pengunjung.
Konsep awal yang dibentuk untuk nonton bareng acara-acara kartun Nicklodeon yang bernama Nick Screen ini memang telah berjalan sejak tahun 2007 lalu dikembangkan menjadi acara Nick Carnival dan sukses menggaet animo masyarakat.
“Setelah sukses di Bogor, kami berencana akan mengadakannya di Emporium Pluit Mall minggu depan. Kami berharap antusias disana akan sama banyaknya seperti di Kota Bogor,” tandasnya.

Tuesday, November 3, 2009

Tak Mau Merepotkan Keluarga


Empang – Ketika dijelaskan maksud kedatangan saya yang ingin mengetahui suasana lebaran yang dirasakan para penghuni panti, Mahfudin, petugas bendahara panti mempersilakan masuk dan saya menemui Kepala Panti Tresna Werdha, Rakhmat Nugraha untuk berbincang-bincang.
Ia mengatakan bahwa suasana lebaran di Panti Sosial Tresna Werdha “Sukma Raharja” sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya beberapa penghuni panti yang berlebaran bersama keluarganya karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan.
“Kemarin kami mengantarkan Mak Zaenab ke keluarganya karena sakit. Kalau yang lain ada juga yang dijenguk keluarganya namun ada pula yang berlebaran dengan sesama penghuni panti lantaran tidak lagi memiliki sanak keluarga,” papar Rakhmat kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Setelah berbincang dengan kepala panti, ia memperkenalkan para penghuni panti yang sedang beristirahat di masing-masing kamarnya. Ada pula yang berkumpul di teras panti yang dihiasi dengan pot berbagai macam tanaman, menambah keasrian lingkungan panti.
Salah satu penghuni yang berlebaran bersama penghuni panti lainnya adalah Mak Ros dan Mak Ani. Sudah enam tahun Mak Ros tinggal di panti tersebut dan ia merasa nyaman dengan suasana panti yang asri dan ditemani teman-teman panti yang begitu bersahabat. Ketika berlebaran, ia menyempatkan diri untuk bertandang ke Otista, daerah kelahirannya. “Ketika lebaran, saya dua hari pulang pergi ke Jalan Otista dimana saya dilahirkan. Saya mengunjungi para tetangga dan keluarga saya disana. Saya selalu merindukan untuk berlebaran bersama keluarga disana. Namun, saya sudah menganggap penghuni panti adalah keluarga saya,” papar Mak Ros sambil tersenyum.
Lain mak Ros, lain pula Mak Ani. Wanita berusia 70 tahun ini berasal dari Aceh. Bertahun-tahun berkelana di Jakarta dan tidak memiliki anak, memaksanya untuk hidup di Panti. Ketika berlebaran, ia pergi sendiri ke Jakarta untuk menemui keponakannya di daerah Bintaro. “Saya diminta untuk memasak disana. Apalagi memang saya lebih nyaman berlebaran bersama keluarga tapi tetap saja tidak bisa melupakan kebersamaan bersama penghuni panti lainnya,” ujar wanita bekacamata itu.
Para wanita lansia itu mengaku beruntung kehidupan tuanya ditanggung oleh pemerintah. Mereka menunggu uluran tangan dari para dermawan atau hanya sekedar anggaran khusus bagi mereka kaum dhuafa. Kebanyakan dari mereka adalah para wanita yang tidak memiliki anak, sehingga di masa tuanya mereka tak memiliki tempat bernaung atau orang yang akan mengurus mereka hingga kelak waktunya tiba.
“Ada saudara pun saya tidak mau menyusahkan mereka. Kehidupannya saja sudah sulit apalagi kalau ditambah lagi dengan saya yang sudah tua. Tak mau merepotkan mereka,” tukas Ani.
Hari-hari tua para wanita berusia antara 60 hingga 94 tahun itu diisi dengan mengikuti bimbingan keterampilan seperti menyulam, merenda, membuat baju boneka dan membuat telor asin.
“Selain itu juga ada kegiatan keagamaan yang menambah iman mereka maupun kegiatan penyehatan jasmani seperti senam lansia untuk meningkatkan kesehatan mereka selain tensi darah yang dilakukan setiap hari oleh tiga perawat kami yang berjaga selama 24 jam,” tandas Rakhmat.

Dazzling Browns Sensual dan Berkilau


Masalah rambut beruban bagi sebagian wanita yang menuju usia paruh baya memang sangat menggangu. Kesan tua, loyo, tidak segar adalah beberapa alasan yang ditimbulkan akibat rambut beruban. Apalagi bagi mereka wanita karir yang menuntut totalitas pekerjaan dan didukung dengan penampilan yang selalu up to date dan tampak muda. Masalah ini kian menggangu.

Solusinya adalah dengan teknik pewarnaan rambut. Berbagai pewarnaan rambut ditawarkan oleh salon yang ecek-ecek hingga salon ternama yang biasa kita temui di mall-mall dengan penawaran harga yang tidak murah. Ada pula pewarnaan rambut yang bisa dipalikasikan di rumah namun tanpa tanggung jawab dan hasilnya tidak menjamin kepuasan Anda. Ya, itu adalah cara konvensional yang dipakai apabila waktu Anda tersita begitu banyak oleh pekerjaan.

Tak perlu khawatir, L`Oreal punya solusinya. Produk pewarnaan rambut yang terpercaya dan dipakai oleh artis-artis sekaliber dunia ini menampilkan tren rambut nuansa Dazzling Browns. Warna coklat yang ditampilkan tidak biasa. Warna tersebut akan menimbulkan kesan sensual dan berkilau. Sempurna melapisi setiap helai rambut sehingga uban Anda akan tersembuyi sempurna.

Untuk mendapatkan kesan tersebut, Anda tak usah repot-repot ke salon karena L`Oreal memberikan kemudahan dengan new applicator khusus yang memudahkan pemakaian langsung di rumah. Bagai memiliki hair dresser pribadi.

Uniknya, ini adalah satu-satunya krim pewarna rambut yang melindungi sebelum, selama dan sesudah proses pewarnaan. Aplikasikan L`oreal Excellence Cream dengan rangkaian sampo pendukung L’Oréal Elseve Color-Vive untuk memperkuat warna rambut merah dan menyehatkannya.

“Pewarnaan rambut yang benar dengan memakai sampo khusus untuk mewarnai ditambah dengan pemakaian kondisioner, dijamin warna rambut akan awet dan berkilau. Masalah rambut berwarna seperti ujung rambut yang patah-patah akan segera hilang,” ujar June, hair dresser L`Oreal pada House of Excellence.

Monday, November 2, 2009

Hantu Jamu Gendong dapat Kursus Gratis


1st Winner Best Costumes at TBI

Halloween adalah tradisi perayaan malam tanggal 31 Oktober yang biasa dilakukan di Amerika Serikat. Padahal tradisi perayaan ini berasal dari Irlandia. Akulturasi kebudayaan terhadap tradisi ini akhirnya juga diserap di Indonesia. TBI atau The British Institute, salah satu tempat kursus Bahasa Inggris yang berlokasi di Jalan Pajajaran 88 K-L, Villa Indah Pajajaran ini mengadakan dua hari perayaan Hallowen yang dimaknainya sebagai ajang unjuk gigi kreativitas dari setiap guru dan siswanya.
“Tak hanya anak muridnya saja, tapi juga para staf dan guru di TBI ini menyambut dengan antusias Hallowen Party yang memang tiap tahun kami adakan dengan memakai kostum,” papar Gina Roosanty, Marketing Officer TBI Pajajaran kepada Jurnal Bogor.
Halloween Party yang diadakan pada tanggal 28 hingga 29 Oktober 2009 ini memang dilaksanakan sebelum hari H-nya yaitu 31 Oktober 2009, namun tak menghilangkan kesan “Spooky but Having Fun” (seram tapi menyenangkan).
“Kami memang tak menginginkan suasana yang menyeramkan. Suasana Halloween sudah pasti ada, namun kami kemas dalam games yang menarik sehingga anak-anak dapat mengambil pelajaran penting dan positif yaitu kreativitas dari tradisi perayaan asal barat ini,” jelasnya.
Setiap anak dianjurkan untuk mendandani dirinya seseram mungkin dengan barang atau prakarya yang mereka buat sendiri. Para guru pun membantu prakarya tersebut. Yang menarik adalah lomba kostum yang diikuti oleh anak-anak. Para guru sangat terkejut dengan kreativitas para murid ini karena diluar dugaan mereka bisa tampil unik dan luar biasa. Dalam lomba yang dilaksanakan untuk para murid yang berumur lima tahun ke atas ini, tak hanya kostum hantu dari luar negeri saja yang ikut serta tapi juga hantu Indonesia.
“Hantu ala Indonesia inilah yang keluar sebagai pemenang pertama yaitu Rayna Vany Kusuma yang berkostum sebagai Hantu Jamu Gendong. Dia berhak mendapat hadiah yaitu free cycle atau gratis biaya kursus selama sebulan di TBI,” katanya.
Keluar sebagai pemenang kedua ialah Firna Fadia Haya yang berkostum sebagai nenek sihir, mendapatkan backpack TBI dan ketiga adalah Dimas Gustino yang berkostum sebagai Manusia Penjagal mendapat T-Shirt TBI.

Team Work yang Solid


Mengemas sebuah kehidupan suatu kota yang kompleks dan diwujudkan dalam sebuah kehidupan di mall tidak semudah yang dibayangkan. Banyaknya persaingan antar mall serupa tak pelak menjadi suatu tantangan tersendiri bagi Yunati Alinda, Public Relations Ekalokasari Plaza.

Gadis yang terbilang masih muda untuk seorang public relations ini telah bekerja di mall yang terkenal dengan sebutan Elok sejak ia lulus SMA. Tak pelak meski belia, bukan berarti ia kurang pengalaman. Dalam memajukan dan mempertahankan eksistensi mall sekaliber Elok, tak sedikit ia mengalami kesulitan.
“Memang sulit mengelola sebuah mall yang memiliki brand One Stop Shopping Destinantion ini. Namun, yang paling peting adalah Team Work yang solid dan selalu mengedepankan ide-ide terbaru untuk memajukan Ekalokasari Plaza,” papar gadis berkulit putih ini.

Gadis yang lahir pada 29 November 1985 ini memaparkan langkah-langkahnya dalam mengelola sebuah mall agar setiap pengunjung mendapatkan unique experion setiap mengunjungi Elok. Segmen yang dimiliki yaitu Middle Up and Family menjadi target pasar Elok. Setiap pengunjung pun diberi kesempatan untuk mengutarakan keinginannya dalam sebuah mall dengan wawancara langsung oleh pihak Marketing Communication Elok sebulan sekali.

“Setiap bulan kami melakukan wawancara langsung kepada para pengunjung atau mengisi questioner tentang keinginannya yang belum bisa ia penuhi di Elok dan tak lupa kritik dan saran untuk manajemen Elok. Ini dimaksudkan untuk memajukan Ekalokasari dan melayani pengunjung sebaik-baiknya,” tuturnya.

Selain itu, pihak Ekalokasari juga telah memiliki konsep untuk setahun kedepan tentang event apa saja dan pelayanan apa saja yang harus dilakukan untuk pengunjung. “Misalnya tentang pemberian hadiah langsung setiap pembelanjaan Rp 500.000,- di semua tenan fashion berupa gift voucher senilai Rp 50.000,- yang bisa dibelanjakan di semua tenan yang ada di dalam area Ekalokasari Plaza,” tandasnya.

Ajarkan Menabung Sejak Dini


Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November memang masih delapan hari lagi. Berbagai perlombaan biasanya digelar untuk memaknainya. Namun, 60 anak-anak mulai dari usia TK hingga usia 12 tahun sangat antusias mengikuti berbagai acara perlombaan yang bertema “Satu untuk Bangsa Ku” dalam rangka memperingati hari Pahlawan yang digelar oleh Rain Production, Minggu kemarin (01/11) di lantai 3, Bogor Trade Mall.

Tiga perlombaan diadakan untuk meramaikannya yaitu Lomba Mewarnai Celengan dengan dua kategori yaitu tingkat TK dan Tingkat SD sampai kelas 3, Lomba Menggambar di atas Celengan untuk anak-anak kelas 4 SD hingga kelas 6 SD, dan terakhir Lomba Fashion Show dengan dua kategori. Kategori A usia 4 hingga 7 tahun dan kategori B usia 8 tahun hingga 12 tahun.

Panitia pelaksana, Savie dan Baby mengatakan lomba ini sengaja dilakukan untuk meningkatkan kreativitas anak-anak dalam berprestasi. Dalam lomba ini, dua diantaranya anak-anak diharuskan menggambar dan mewarnai diatas media celengan. Ini membutuhkan kesabaran dan ketelitian sebab tak semudah mewarnai atau menggamabar di atas media datar.

“Kami ingin menampilkan sesuatu yang berbeda. Lomba mewarnai atau menggambar sudan umum dilakukan, namun tidak untuk mewarnai dan menggambar di atas celengan,” papar Savie kepada Jurnal Bogor, kemarin

Ia juga mengatakan bahwa celengan tersebut boleh dibawa pulang. Ini juga menandakan bahwa perlombaan tersebut juga membawa pesan baik untuk anak-anak agar menabung dari usia dini.

Peserta tak hanya dari daerah sekitar Bogor, tapi juga Cipayung hingga Jakarta. Pemenang pertama lomba mewarnai malah berasal dari Jakarta. Total seluruh juara berjumlah 19 pemenang dan masing-masing mendapatkan piala, uang, dan hadiah hiburan. Dalam waktu dekat, Rain Production juga akan mengadakan Magic Competition se Jabodetabek.

“Diharapkan dengan acara ini anak-anak lebih meningkatkan kreativitasnya dan bisa menghasilkan prestasi yang lebih banyak lagi,” tandasnya.

Let’s Going Green Lifestyle…

Dimana-mana kampanye untuk melawan Global Warming telah ramai diserukan oleh individu, pemerintah maupun komunitas tertentu yang mendukung gerakan penghijauan dan menginginkan bumi menjadi tempat yang lebih baik, mungkin termasuk Anda.
Ini telah menjadi sebuah fenomena dalam kehidupan kita sekarang ini. Kita tidak bisa menutup mata bahwa bumi tercinta kita ini sedang terancam kelestariannya. Berbagai bencana yang datang silih berganti seperti gempa bumi, angin puting beliung, kebakaran hutan, longsor dan lain sebagainya telah menandakan kemerosotan nilai bumi kita dari waktu ke waktu. Ini adalah teguran dari alam dengan menyentil kepedulian diri membuat bumi tetap hijau agar nyaman untuk disinggahi.
Green Lifestyle adalah sebuah gaya hidup yang seharusnya sejak dulu telah kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini bukan berarti Anda harus serba hijau, rumah dicat warna hijau, pakai baju hijau, rambut berwarna hijau, sepatu hijau atau tubuh kita mesti hijau (seperti Hulk atau Alien). Bukan. Bukan itu esensi dari Green Lifestyle.
Gaya hidup semacam ini lebih menitikberatkan kepada kepedulian kita kepada bumi tercinta. Sebuah gaya hidup yang benar-benar menjadikan bumi ini sebagai “sahabat” Anda dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sebagai “Objek” eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan hidup Anda.
Untuk memulainya, Anda tidak harus melakukan perubahan yang drastis terhadap pola hidup Anda. Kita bisa memulainya dengan hal-hal kecil yang biasa kita lakukan sehari-hari. Setahap demi setahap dan dimulai dari hal yang kecil seperti aktivitas rutin dan dilakukan mulai saat ini, kita bisa memulai melestarikan bumi tercinta ini, ya kan?

1. Hemat Pemakaian Air
Biasakan menggosok gigi dengan kran tertutup. Jangan biarkan kran air terus terbuka dan air mengalir terus. Green Lifestyle dimulai dengan menutup kran tersebut dan mempergunakan air disaat anda memerlukannya saja.

2. Manfaatkan Lampu Listrik secara Bijak
Matikan lampu di saat tidak digunakan semisal Anda sedang bersama keluarga di ruang keluarga, matikan lampu kamar Anda. Selain menghemat energi, hal ini juga bisa menghemat pengeluaran Anda karena aman dari pengeluaran berlebihan.

3. Green Lifestyle dengan Cucian Anda
Manfaatkan semaksimal mungkin cahaya matahari di luar untuk mengeringkan pakaian meskipun Anda memiliki alat tekonologi tinggi yang bernama Mesin Pengering. Ini adalah salah satu cara menghemat energi. Hal yang sama juga bisa dilakukan saat mencuci baju. Daripada memakai mesin cuci, lebih baik cucilah secara tradisional dengan menggunakan tangan kita. Selain bisa menghemat listrik, Anda bisa sekalian berolahraga.

Menipu Publik dengan Greenwashing


Tak banyak yang tahu pengertian istilah Greenwashing. Ini adalah istilah yang muncul dari awal tahun 2000-an ketika banyak perusahaan atau korporasi mulai terlibat dalam kampanye hijau.
Dalam kamus Oxford,tak ditemukan istilah tersebut karena istilah ini adalah plesetan dari istilah whitewashing yang artinya adalah tindakan untuk menyembunyikan fakta yang tak menyenangkan atau dengan istilah lain perusahaan memberi kesan pada konsumennya bahwa mereka ikut peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup.
Dr. Wonny Ahmad Ridwan, SE, MM, pemerhati lingkungan yang juga dosen lingkungan di IPB mengatakan Greenwashing yang dilakukan sebuah perusahaan adalah dalam rangka mengangkat branding mereka dengan kesan yang baik dan seolah-olah produk mereka ramah lingkungan.
“Ini adalah fenomena di masyarakat kita dimana usaha tersebut bertujuan untuk mengkomersilkan produk mereka. Padahal pada kenyataannya banyak kegiatan mereka yang tak ramah lingkungan,” ujar Wonny kepada Jurnal Bogor, kemarin.
Menurutnya, calon konsumen harus di edukasi oleh berbagai pihak yang mengerti tentang Greenwashing. Misalnya, LSM pecinta lingkungan, wartawan, dan orang-orang pecinta lingkungan hidup agar tak tertipu akan buaian manis atau janji-janji palsu akan pelestarian lingkungan seperti penanaman kembali pohon lalu ditinggalkan hingga mati. Semua dilakukan agar tak terjebak dan terlena dengan hasil karya public relation (PR) yang pintar. Selain itu, tentu saja, akan tercipta ilusi atau pencitraan yang tak benar.
“Ini adalah tugas kita untuk menyuarakan apa itu Greenwashing. Kita lakukan yang kita bisa seperti saya sebagai seorang dosen dalam beberapa kesempatan mengatakan kepada mahasiswa saya untuk mengurangi konsumsi rokok karena merusak diri dan lingkungan,” ujarnya.
Namun, hal ini bukan berarti fenomena Greenwashing akan berhenti. Semua kembali lagi pada konsumen, tindakan apa yang akan mereka lakukan demi menjaga kelestarian lingkungan hidup.
“Hal terpenting adalah menjaga keseimbangan. Kita memang harus menjaga lingkungan hidup namun harus sejalan dengan ikut mengutamakan kepentingan manusia itu sendiri. Inilah keseimbangan kehidupan,” pungkasnya.Sri Wahyuni

Monday, October 19, 2009

Tips Merawat Rambut si Kecil


Kondisi kulit kepala anda dan si kecil tidak sama. Si kecil butuh penanganan lebih intensif. Berikut beberapa tips merawat rambut si Kecil agar tetap sehat dan terpelihara dengan baik.
Mencuci Rambut
Bayi: Cucilah rambut bayi sekali atau dua kali dalam seminggu. Gunakan sampo anti ketombe khusus bayi saat keramas, namun terlebih dahulu pijatlah secara perlahan kulit kepalanya dengan baby oil hingga kerak-kerak yang biasanya terdapat di kepala bayi tersebut terkelupas. Balita: Cucilah rambut balita anda paling tidak tiga kali dalam seminggu, atau bisa lebih sering jika rambutnya terkena cipratan atau tumpahan makanan. Usia Pre-School keatas: Di Usianya yang aktif, maka Anda perlu mencucinya hampir setiap hari. Apalagi jika rambut anak anda sangat keriting dan kering. Tambahkan kondisioner bila perlu.

Menyisir Rambut
Gunakan sisir bergerigi besar dan jarang atau yang menggunakan bulu sikat sintetis. Untuk rambut kering, hindari penggunaan sisir bergerigi rapat yang bisa membuat rambut si kecil kusut. Sisirlah terlebih dahulu pada bagian bawah rambut untuk menghindari kekusutan rambut. Pisahkan rambut yang menggumpal dan nyangkut dengan jari anda dengan lembut. Sisirlah bagian rambut yang berada di bagian belakang leher terlebih dahulu, dibagian itulah rambut akan cenderung lebih kusut. Jangan membasahi rambut dalam keadaan kusut, karena hal tersebut malah akan membuatnya semakin kusut. Gunakan kondisioner rambut atau spray anti kusut untuk anak-anak.

Trik Potong Rambut Untuk si Kecil
Biasakan anak Anda pada suasana salon dengan membawanya ketika suami Anda potong rambut. Kalau perlu ajaklah anak untuk terlebih dahulu melakukan pendekatan dengan hair stylish atau tukang cukur yang akan mencukurnya. Buatlah janji terlebih dahulu dengan stylish tersebut agar si kecil merasa lebih nyaman dipotong rambutnya oleh orang yang telah dikenalnya. Buatlah janji diwaktu setelah jam tidur siang anak dimana ia sedang tidak dalam keadaan mengantuk dan masih segar. Jangan lupa bawa mainan favoritnya. Sri Wahyuni

Friday, August 28, 2009

Mengalap Berkah dari Pengolahan Kulit


Jika berjalan-jalan di sepanjang daerah Empang, kita pasti menemukan berbagai pengolahan makanan maupun benda yang berasal dari hewan. Seolah-olah, dari kawasan ini kita selalu diajak mengingat kekuasaan Allah dari berbagai sisi.

"Dan Allah menjadikan bagimu rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan membawanya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)." (An-Nahl [16]: 80)

Begitulah surat An-Nahl: 80 memberikan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Kebiasaan mereka menjalankan perintah Allah pun menjadi bagian dari kehidupan warga Empang sehari-hari. Kebiasaan itu mendarah daging dalam segala hal, termasuk mengolah berbagai sumber kehidupan dari hewan. Contohnya saja, warga Empang terbiasa mengonsumsi nasi kebuli yang bahan bakunya adalah beras dan daging kambing, begitu juga dengan sate kambing Empang yang ternama di Bogor, pasar daging dan pasar hewan, hingga pengolahan kulit hewan.

Di sepanjang jalan Empang (kini jalan Raden Saleh.red) menjadi salah satu tempat penjualan kulit kambing yang terkenal. Kamil, penjual kulit kambing yang telah 20 tahun menggeluti usaha penjualan kulit kambing mengatakan bahwa usaha ini tetap mampu bertahan seiring kebutuhan. Di toko milik Hakim Balawea itu, sekurangnya 200 potong kulit kambing selalu siap dipasarkan.

“Jumlah tersebut adalah stok yang kita sediakan. Karena tidak hanya menjelang Idul Fitri saja penjualan meningkat, sebelum bulan Ramadhan penjualan kulit bahkan bisa lebih tinggi,” papar pengelola toko di jalan Empang no.10 itu.

Konsumen memanfaatkan kulit kambing untuk berbagai kebutuhan, mulai dari pembuatan hiasan, dompet, alat musik seperti rebana hingga bedug. Kebutuhan yang besar mengharuskan Kamil untuk mengamankan stock dan persediaan. Karena itu, Kamil pun menerima pembelian kulit kambing dan kulit domba. Setiap kulit kambing dan domba basah yang telah digarami dibeli dari penjual kambing dengan kisaran harga Rp 25.000,-. Pemberian garam dimaksudkan sebagai pengawet, agar kulit tidak segera membusuk. “Tapi harga itu relatif, tergantung lebar dan jenis kulitnya,” papar Ayah dari satu anak itu.

Ada perbedaan antara kulit kambing dan kulit domba terkait dengan struktur kulit tersebut. “Kulit kambing memiliki serat yang lebih keras sehingga biasa dimanfaatkan untuk alat musik pukul seperti rebana, gendang, bedug, dan lain sebagainya. Hiasan dinding dari kambing juga digemari. Kalau kulit domba memiliki serat yang lebih lentur, sehingga akan mudah robek bila dibuat bedug,” jelasnya.

Kulit domba, tambahnya, lebih banyak dimanfaatkan untuk industri mode seperti pembuatan dompet, ikat pinggang, tas, jaket, dan sarung tangan golf. Ini terkait dengan bahannya yang lebih lentur dan mudah dimodifikasi. Kulit-kulit tersebut akan diolah di gudang yang berlokasi di jalan Masjid II.

Gudangnya Puluhan Ribu Kulit di Empang

Sebuah gudang yang dindingnya terbuat dari kombinasi bilik dan tembok di jalan Masjid II, Kelurahan Empang ini tak terlihat seperti gudang kulit kambing dan domba. Namun, apabila kita mendekat, bau kambing segera tercium sangat kuat dari dalamnya.

Gudang kambing milik Hakim Bawael yang ada sejak 1982 ini merupakan gudang dengan partai besar yang menampung kulit hewan potong seperti kambing, domba, sapi, dan kerbau dari gudang partai kecil yang berasal dari Cipanas, Cisarua, dan Cianjur.

“Seminggu sekali sekitar 700 lembar kulit kambing dan domba kami ambil dari gudang-gudang partai kecil tersebut. Sebelum diambil, kulit basah tersebut sudah digarami sebelumnya untuk menghentikan proses pembusukan, minimal menghambatnya hingga dikeringkan. Tapi kami akan garami lagi setelah sampai disini, sehingga mencapai dua kali penggaraman,” papar Aba, salah seorang pegawai yang bertugas memilih kualitas kambing serta penggaraman kulit.

Proses dari kulit kambing dan domba basah hingga menjadi kulit kering yang siap dipasarkan tak begitu sulit. Setelah kulit digarami dua kali, Aba menjelaskan bahwa kulit kambing tersebut dilipat dua dan ditumpuk agar air yang ada segera turun.
“Setelah kami terima dari berbagai gudang partai kecil di Bogor, kulit-kulit tersebut dilipat dua dan didiamkan minimal seharian, sehingga airnya turun dan kulit bisa dijemur keesokan harinya,” papar Aba sambil mempraktekkan penggaraman kulit.

Penjualan kulit kambing basah bergantung pada ukurannya. Setiap ukuran menentukan harga dari setiap kulit kambing yang dibeli. Satuannya disebut pit. Aba mengatakan bahwa ukuran terkecil dari kulit kambing adalah tiga pit dan itu biasanya kulit anak kambing. Semakin besar angka pitnya maka akan semakin mahal harganya, apalagi kalau kulit domba.

“Ukuran yang ditetapkan mulai dari 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 pit. Namun untuk kulit sapi dan kulit kerbau tidak menggunakan hitungan pit tapi per kilogram. Kalau kulit sapi putih juga berbeda harganya, lebih mahal daripada sapi hitam,” papar Aba.

Kulit-kulit di gudang tersebut berjumlah ribuan pada hari-hari biasa. Kamil, pengelola toko kulit kambing mengatakan bahwa pada hari raya, kulit-kulit tersebut akan memenuhi gudang dan berjumlah hingga puluhan ribu.

“Kalau hari biasa berjumlah ratusan hingga ribuan. Tapi kalau menjelang hari raya apalagi menjelang Idul Adha, bisa puluhan ribu,” jelas Kamil.

Kulit kambing bisa diolah langsung dengan cara dikeringkan dengan dijemur seharian dari pagi hingga pukul satu siang. “Tergantung cuacanya juga, kalau hujan maka penjemuran bisa makan dua hari,” katanya.

Selain itu, kulit kambing dan domba juga dapat diproduksi lebih lanjut. Produksi dilakukan di Bandung dengan pabrik dan peralatan yang lebih canggih dan modern. Pabrik-pabrik besar itu, salah satunya memperoleh bahan baku kulit dari Empang.

“Seminggu sekali sebanyak 250 kulit akan dikirim ke Bandung untuk diproduksi lebih lanjut. Disini hanya sebagai gudang penyimpanan saja,” jelas ayah dari tiga anak itu.

Dari hasil pemotongan kulit kambing yang akan dijemur, ada sisa pemotongan kulit yang juga dapat dimanfaatkan yang dinamakan cungkring. “Kalau orang Cirebon bilangnya cecepet. Hasilnya nanti seperti kikil setelah dibuang bulu kambingnya dan diolah sehingga menjadi masakan yang gurih. Harganya juga murah, cungkring mentah dijual seharga Rp 500,- per kg,” tambahnya.

Lanjut Aba, produksi dari kulit dapat dihasilkan berbagai produk mode berupa dompet, ikat pinggang, sarung tangan motor, sarung tangan golf, jaket, dan golf.

“Kalau ada yang bingung dalam membeli kulit, saya sarankan untuk membeli produk kulit dari bahan domba. Selain lentur, bahannya juga lembut di kulit. Pokoknya nyaman kalau dipakai,” tandas Kamil memberi panduan. Sri Wahyuni

Geliat Budaya Tionghoa Menyambut Kemerdekaan RI


Generasi Ketujuh Dalang “Ngedan”
Lolos dari cengkraman Orde Baru, berbagai ikon kebudayaan Cina yang pernah mati suri, kini mulai hidup kembali. Diantara hasil budaya Tionghoa, yang kini bisa dipertontonkan kembali adalah wayang potehi.
Meski tidak sepopuler barongsai, pertunjukan wayang yang mirip boneka Si Unyil ini mulai menggeliat di berbagai kelenteng. Termasuk di Vihara Dhanagun yang sejak kemarin sore (20/8) menggelar pertunjukan boneka yang berasal dari daratan Quanzhou, Fujian di Cina Selatan. Geliat ekpresi budaya peranakan ini didatangkan Vihara Dhanagun dalam rangkaian Chio Kou atau sembahyang rebutan yang digelar hari ini mulai pagi hari, sekaligus menghangatkan perayaan Proklamasi Kemerdekaan RI ke 64.
Seiring migrasi, wayang potehi mulai berkembang di Batavia dan kemudian menyebar ke daerah-daerah lain di Jawa seperti Semarang. Di tempat terakhir itu, wayang potehi pertama kali dimainkan pada 1772 saat pemindahan patung Dewi Welas Asih (Kwan Im) di daerah Gang Lombok. ”Kalo saya pelajari dari referensi yang ada, wayang potehi itu muncul di akhir-akhir Dinasti Ming, sekitar 1368 – 1644,” terang David Kwa, pengamat kebudayaan Tionghoa di Indonesia.
Potehi, menurut etimologinya, potehi berasal dari poo (kain), tay (kantung), dan hie (wayang). Wayang yang berbentuk boneka ini terbuat dari kain. Dalang memasukkan tangannya ke dalam kain tersebut dan memainkan layaknya jenis wayang lain.
Beberapa lakon yang dipakai sebagai sumber cerita berasal dari khazanah sastra Tiongkok klasik, utamanya kisah pahlawan rakyat, roman sejarah yang sudah populer di kalangan rakyat seperti Sam Kok, San Pek Eng Tai, Li Si Bin, Shi Jin Kwi, Koan Kong, dan sebagainya. “Cerita-cerita itu mengandung nilai didaktik. Pendidikan moral yang menanamkan nilai kebaikan dan menunjukkan sesuatu yang salah dan tidak patut dicontoh. Sama halnya seperti nilai-nilai didaktika yang dikemas dalam pertunjukan lainnya, ada nilai antagonis dan protagonis” papar David.
Adalah Thio Tiong Gie atau Teguh Chandra Irawan, pria kelahiran Demak 9 Januari 1933 ini adalah satu-satunya dalang wayang potehi di Semarang, bahkan mungkin di Jawa Tengah. Secara nasional pun, ketokohan Tiong Gie alias Teguh dalam jagat pakeliran potehi sudah diakui. Sulit dicari tandingannya. Wajar saja, ini karena Tiong Gie sudah 51 tahun menjadi dalang. Bersama lima orang rombongannya, Tiong Gie memukau ratusan penonton dan hadirin yang hadir dalam pertunjukan tersebut di pelataran Vihara Dhanagun.
Kini usianya sudah mencapai 76 tahun. Namun, kemahiran dan semangat mendalangnya seolah tak pernah beranjak tua. Intonasi, aksen, dan cengkok nyanyiannya meliuk-liuk bersama gerak-gerik potehinya yang tampak hidup. Keterampilan Teguh juga didukung penguasaan dialek Hokkian yang mumpuni. Dia paham betul letak penekanan kata dan cara menghayatinya. “Saya sudah mendalang sejak umur 25 tahun. Ayah saya Cina totok yang hanya seorang pedagang kain,” ungkapnya.


Dalang potehi Thio Tiong Gie atau Teguh Chandra Irawan dilahirkan di Demak, 9 Januari 1933 dari pasangan saudagar kain. Ayahnya bernama Thio Thian Soe dan ibunya, Go Giok Nio. Pahit, toko kain “Cita” di kawasan pecinan Demak dirampok dalam kerusuhan besar tahun 1942. Saat itu usianya baru menginjak usia 9 tahun. Sang ayah, Thio Thiang Soe akhirnya terpaksa membawanya hijrah ke Semarang. Di kota inilah sang ayah mengais rezeki sebagai pemulung.
Kondisi ekonomi keluarganya begitu sulit. Tiong Gie kecil baru bisa bersekolah di usia 14 tahun. Dia masuk di sekolah Cina, Cung Hua Kung Siek (sekarang bernama Nusa Putra), hingga ia lulus di usia 20 tahun. Thio Thiang Soe yang bergulat menghidupi keluarganya dari tumpukan koran dan barang-barang bekas hingga menjual kue pikulan yang dibawanya keliling kampung. Sang ayah tetap bertahan memperjuangkan keluarganya hingga Tiong Gie menginjak usia 25 tahun. Di usia itulah, selembar koran yang ditemukan Tiong Gie membawa alur hidupnya menjadi seorang dalang terkenal. Tiong Gie menemukan sebuah tulisan berjudul “Cu Hun Thay Cu Caw Kong “, sebuah judul cerita pewayangan yang berarti “Putra Mahkota Cu Hun”, cerita seorang putra mahkota yang melarikan diri di masa Dinasti Sung.
Tiong Gie muda terkesima, sepenggal kisah wayang potehi yang dibacanya di koran tersebut menyadarkan rasa cintanya pada kebudayaan. Setiap saat ia menyaksikan wayang potehi di Kelenteng Raden, Semarang. Kecintaannya terhadap wayang potehi makin terpupuk dan mengental.
Hingga suatu ketika, dia mendapat hadiah berupa seperangkat wayang potehi dari teman ayahnya yang juga seorang dalang, Oey Sing Twe. Tak lama, Tiong Gie bertemu Tok Hong Kie, seorang dalang senior. Ia mengungkapkan ketertarikannya pada wayang potehi. Tok Hong Kie menyuruh Tiong Gie untuk memainkan wayang di Blitar untuk menggantikannya yang saat itu berhalangan tampil.
“Waktu itu beliau (Tok Hong Kie) tidak enak badan dan meminta saya untuk menggantikannya mendalang di Blitar. Karena saya tidak memiliki pengalaman, saya diberi sepasang wayang agar dapat berlatih sendiri,” papar pria dengan 22 cucu ini.
Tiong Gie terkejut, tetap tekadnya untuk mampu menjadi dalang mendorongnya dengan sangat kuat. “Menjadi dalang harus sepenuh hati, niat dan tekadnya pun harus kuat, tidak boleh setengah-setengah,” ujarnya. Dalam seminggu, dia belajar menjadi dalang potehi selama secara otodidak untuk menggantikan pertunjukan sang dalang senior di Blitar. Dari situlah, bakatnya bangkit dan jadilah ia sebagai seniman wayang potehi. Thiong Gie pun resmi menyandang predikat Saay Hu atau Too Yan yang berarti dalang.
Kini Tiong Gie sudah memiliki 120 jenis wayang potehi. Wayang itu ia dapatkan secara turun temurun dari 6 dalang sebelumnya. Tidak sembarangan ia mendapatkan “warisan” turun temurun itu. Untuk memilikinya, totalitas sebagai dalang perlu dibuktikan. Tak ada nepotisme dan atau dasar kekerabatan. Tiong Gie pun tak akan dengan mudah mewariskan potehinya pada siapapun, termasuk kepada Tok Hok Lay, anak angkatnya. Ukurannya hanya totalitas dan konsistensi sebagai seniman tulen. Dalang yang mampu melanjutkan ikon kebudayaan Tionghoa di Indonesia yang bernilai mahatinggi itu.


Selama 51 tahun mendalang, Thio Tiong Gie masih hidup dalam lingkungan sederhana. Rumahnya di Jalan Petudungan, Gang.Kp. Pesanstren Rt 02/01, Semarang, sering ia tinggalkan berhari-hari lamanya. Bahkan jika jadwal pementasannya sangat padat, Thio tak akan pulang berbulan-bulan. Inilah totalitas yang disodorkan Thio.

“Menjadi dalang itu harus ngedan,” ungkapnya. Ia bermaksud menggambarkan bahwa seorang dalang haruslah ekspresif dan penuh improvisasi saat pentas. Dalang harus cerdik memainkan peranannya, mampu menghayati alur cerita sebagai bagian dari dirinya sendiri yang tak dapat dipisahkan. Sehingga keduanya menjadi satu emosi yang sama.

Dari sanalah improvisasi dan gerak-gerik akan muncul dan mengalir dengan sendirinya.
Tak mudah menjadi seniman yang berada di tingkat itu. Thio Tiong Gie, sang Saay hu atau Too Yan (predikat bagi dalang senior.red), mewarisi kemampuan mendalangnya dari berbagai generasi dalang senior sebelumnya. Bonekanya, asli dari Tiongkok yang ia peroleh secara turun temurun. Konon, usia boneka itu sudah 135 tahun.

Ada enam dalang senior yang mewariskan boneka potehinya hingga ke tangan Thio. Mereka adalah Nyo Kim Hwat, yang mewariskan ke tangan Kho Kim Swie lalu sampai ke Go Hok Lim. Ketiga dalang ini masih menggunakan bahasa Hokkian saat mementaskan wayang potehi. Dari Go Hok Lim, wayang-wayang itu secara turun termurun digunakan oleh Timbul, Siaw Thian Hoo, Tan Tjoe Joe hingga akhirnya sampai ke tangan Thio Tiong Gie. Empat dalang terakhir kemudian melanjutkan kebudayaan wayang potehi ini dengan bahasa Indonesia yang masih bernuansa melayu dan kadang lebih terasa sebagai bentuk sastra melayu di masa Republik (gaya bahasa di masa perjuangan). Cerita yang dibawakan pada umumnya bernilai kesatriaan dan kesusilaan. Nilai yang selalu diajarkan Thio dari dalam kotak berukuran 3 x 3 meter. Kotak kubus tempatnya bermain itu merupakan pemberian dari Agus Singa Sutanto, pemerhati kebudayaan yang sudah menganggapnya sebagai ayah sendiri.

Dari kubus berbahan triplek itulah Thio Tiong Gie terus mempertahankan kebudayaan klasik dengan tarif yang relatif istimewa. Thio hanya memasang tarif 500 ribu rupiah per hari. Itupun hanya untuk dibagi bersama dengan para asisten dan rombongan pendukungnya, seperti para pemain musik dan asisten yang mempersiapkan perlengkapan pentas. Mereka yang setia menemaninya Tan Gie Swie, Edi Sutrisno, Sugiyanto, dan
Mulyanto.

Dalam kotak besar itu, di bagian depan ada bolong segi empat sebagai panggung tempat memainkan wayang itu sendiri, ukurannya 120 cm x 1 meter. Di kotak yang disebut tunil itulah para asistennya mempersiapkan berbagai ornamen seperti gorden, meja dan kursi kecil yang difungsikan sebagai ciri pergantian adegan. Juga memasang ornamen wayang seperti pedang atau mengganti baju. ”Kita harus hafal setiap karakter. Wajah yang dicat putih ini golongan wayang berkarakter baik. Sisanya, merah, kuning, hitam atau warna lain adalah karakter yang jahat,” ungkap Edi, salah seorang asisten.

Di dalam kotak, tepat di belakang tunil terdapat peti wayang potehi yang jumlahnya hingga 120 buah. Di kiri kanannya para pemain musik antara lain memainkan siauw ku (kecer besar), al hu (musik gesek mirip rebab), tong ko (sejenis tambur), piak ko (bilah kayu, dulu dari kulit yang dikeringkan), twa loo dan sio lo (gembreng besar dan kecil), twa jwee (trompet logam), hian na (rebab), dan gwee khim (mandolin).

Wayang potehi dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Glove Puppetry. Nama lainnya antara lain adalah: budai mu’ouxi, shoucao kuileixi, shoudai kuileixi, zhǎngzhōngxì, xiaolong, atau zhihuaxi. Dari Thio Tiong Gie dan wayang potehinya, kita kini mendapat keyakinan: semua kebatilan pasti akan kalah dengan kebaikan.

***
Rifky Setiadi | Sri Wahyuni

Saturday, July 18, 2009

Asinan Jagung Bakar Gang Aut



Rindu Pelanggan Lama

Asam manis, segar, sedikit pedas dan ada sensasi rasa jagung bakar menggelitik lidah tiap pecinta asinan yang mencicipi asinan jagung bakar. Apalagi jika dinikmati di kala siang hari di cuaca panas seperti yang dirasakan warga Gang Aut dan sekitarnya, kemarin (17/7).

Asinan jagung bakar adalah salah satu makanan asli Bogor. Namun, kehadirannya kini semakin menghilang ditelan waktu. Kita bisa saja menemukan asinan jagung yang biasanya disandingkan dengan asinan buah atau asinan sayur pada pujasera yang tersebar di kota Bogor. Namun, jika Anda ingin mencicipi sensasi yang tidak biasa dari asinan jagung, mampirlah ke gang Aut pada pukul 09.00 hingga pukul 17.30 sore. Disana ada gerobak pak Sabur yang berisi jagung-jagung muda yang siap dibakar dan dituang kuah cuka yang mantap rasanya.

Berjuang untuk tetap eksis di kota kelahirannya, asinan jagung bakar ini dapat kita temui tepat di seberang toko busana Mirah yang biasanya bersanding dengan martabak arang. Satu porsi asinan jagung bakar Sabur dijual dengan harga Rp 7.000,- hingga Rp 10.000,-.

Pak Sabur percaya bahwa mata pencahariannya ini akan selalu membawa berkah dan rizki yang tak terhingga. Meskipun dapat dikatakan bahwa jajanan yang satu ini merindukan pelanggan lamanya.

“Kebanyakan yang beli itu adalah pelanggan baru saya. Pelanggan lama jarang sekali membeli lagi dagangan saya. Mungkin karena kini saya lebih memilih mangkal dekat gang Aut dibanding berjualan berkeliling dengan menggunakan pikulan,” papar Sabur kepada Jurnal Bogor kemarin.

Memang, berjualan dengan gerobak baru lima tahun ini ia rasakan. Berkeliling dari gang Pedati hingga gang Aut menggunakan pikulan tak dapat lagi ia jalani mengingat umur yang kian senja.

“Ada pelanggan saya yang menyarankan untuk memakai gerobak melihat umur saya yang semakin tua. Beliau berbaik hati meminjamkan uang. Sekarang, manfaatnya saya rasakan karena berjualan tidak sesulit dahulu,” papar pria yang mengaku berjualan asinan sejak 1976 itu.

Penyajian asinan jagung bakar ini, selain memakai jagung bakar yang diberi cuka berwarna merah yang mengandung cabai, juga diberi timun untuk menambah kesegarannya. Tak lupa bagi Anda yang suka dapat ditambahkan kerupuk mi.

“Kalau ada yang suka kerupuk, bisa ditambahkan kerupuk mi. Dimakan tanpa kerupuk juga tidak mengurangi rasa segar dan gurihnya,” tegas ayah dari empat anak ini.

Ia mengaku bahwa berjualan asinan jagung bakar ini adalah tradisi di keluarganya. Awal mulanya adalah pak Adung, ayah dari Sabur yang memulai usaha ini. Setelah pak Adung sakit-sakitan, ia meneruskan usahanya sampai sekarang.

“Ayah saya bilang, berjualan asinan jagung bakar saja kalau sudah dewasa. Tidak usah yang lain, Insyallah membawa berkah. Akhirnya saya turuti dan saya percaya,” tandas warga warung Bandrek kelahiran 1960 itu.

Friday, June 19, 2009

Pilih Caesar atau Normal?


Dewasa ini, semakin banyak saja para wanita hamil yang memilih melahirkan dengan cara bedah Caesar. Alasan mereka agar proses kelahiran tidak begitu terasa sakit dan lebih cepat. Apakah benar begitu? 

Kelahiran Caesar adalah proses kelahiran tidak normal yang dilakukan dengan cara menyayat perut bagian bawah hingga rahim. Menurut Dr. Judi Januadi Endjun, Sp. OG, Tuhan telah menciptakan jalan lahir yaitu melalui mulut rahim dan vagina. ”Segala sesuatu yang normal dan diberikan oleh Tuhan pasti lebih baik,” ujar Dr. Judi Januadi Endjun, Sp. OG.

Kelahiran melalui Caesar, tambahnya, hanya dilakukan apabila dari ibu yang mengandung janin tersebut memiliki penyakit yang menghalangi proses kelahiran normal. “Yang menghalangi proses kelahiran normal misalnya, faktor jalan lahir yang terganggu (terdapat tumor atau panggul sempit), dan faktor bayinya, apakah melintang atau terlalu besar (makrosemia). Kalau begitu keadaannya harus dilakukan Caesar,” papar dokter itu.

Mengenai wanita yang tidak memiliki masalah kehamilan, jalan kelahiran dengan operasi Caesar adalah keputusan pasien dan suaminya. “Kalau hasil pemeriksaan menunjukkan kondisinya sangat baik, dokter akan menyarankan persalinan normal. Namun, semua itu kembali lagi kepada pasien dan suaminya,” tegasnya.

Penilaian masyarakat yang menganggap bahwa Caesar sedikit merasakan sakit karena pengaruh obat bius, dokter Spesialis Obstetri Ginekologi itu mengatakan bahwa ketika efek obat bius itu habis dan pemulihan dari operasi Caesar dimulai, hal ini akan memerlukan waktu yang lebih lama dari melahirkan secara normal. Malah, dalam proses tersebut, juga memungkinkan si pasien mengalami pendarahan dan infeksi akibat luka sayatan.

Kelahiran anak pertama secara Caesar tak menutup kemungkinan si calon ibu melahirkan secara normal. ” Jika penyebab Caesar tak menetap (misalnya karena panggul sempit), jarak hamil lebih dari setahun dan tak terdapat gangguan atau masalah pada ibu dan janinnya juga bekas operasinya, ia bisa merencanakan kelahiran normal,” paparnya.

Namun, yang juga harus diperhatikan adalah jarak ideal antara kehamilan pertama dengan kehamilan kedua, sebaiknya antara anak pertama dan kehamilan kedua haruslah berjarak antara dua sampai empat tahun. Ia juga mengatakan bahwa wanita yang sudah pernah melahirkan tiga kali secara Caesar karena indikasi kesehatan yang tidak memungkinkan melahirkan normal, maka wanita tersebut ttdak diperkenankan untuk hamil lagi.

Secara psikologi pun, perbedaan dampak bagi ibu dan bayi yang lahir secara normal dan Caesar sangat terlihat. ”Wanita yang melahirkan normal dapat langsung menggendong dan menyusui bayinya dengan ASI eksklusif sehingga hubungan ibu dan anak menjadi dekat. Sementara yang melahirkan caesar, harus menunggu kondisinya pulih dulu (sekitar 6-8 jam setelah operasi),” pungkasnya.

Conjungtivitis dan Daya Tahan Tubuh

http://uvahealth.com
Musim di kota sejuta angkot ini memang tidak bisa ditebak. Kadang hujan, kadang panas. Peningkatan volume polusi yang berasal dari lingkungan pun telah mempengaruhi kondisi tubuh. Keadaan ini akan membuat kondisi kesehatan semakin menurun, sehingga penyakit apapun mulai dari yang ringan hingga yang berat dapat menjangkiti manusia dengan mudah.

Salah satu penyakit yang sedang marak dilanda masyarakat daerah Babakan, Bogor Tengah adalah Conjungtivitis atau infeksi pada mata. Kondisi ini diakui oleh beberapa warga disebabkan karena lingkungan yang kurang bersih dan debu jalanan maupun penularan dari warga ke warga.
Penyakit ini menurut dr. Reni Amalia adalah penyakit yang ringan namun dapat membahayakan jika penanganan dan perawatannya tidak tepat.

”Dalam sehari, saya bisa menghabiskan berdus-dus salep mata untuk para pasien yang datang. Kondisi ini dialami karena kondisi lingkungan yang buruk sehingga mudah sekali terjangkiti virus, bakteri maupun jamur yang menyebabkan infeksi mata ini,” ujar dr. Reni Amalia, dokter umum di puskesmas pembantu di daerah Babakan, Malabar kepada Jurnal Bogor kemarin.

Selain itu, tambahnya, penyakit ini lebih banyak disebabkan oleh bakteri dan penularan dalam satu keluarga. Misalnya jika seorang anak tertular dari teman sekolahnya, maka ia dapat saja menulari Ibu dan Ayahnya serta seluruh keluarganya jika tidak menjaga kebersihan dan kesehatan seluruh anggota keluarga. ”Penularan dalam keluarga seringkali ditemui. Sekali berobat, seluruh keluarga dibawa karena penyakit mereka sama. Hal ini yang perlu perhatian lebih untuk lebih memperhatikan kesehatan anggota keluarga,”tuturnya.

Gejala awal dari penyakit ini adalah mata memerah, berair, belekan hingga mata tertutup dengan kotoran yang kering ketika bangun dari tidur. Tentu saja hal ini menggangu aktivitas dan kerja seseorang, apalagi jika pekerjaan mereka ada di luar ruangan yang memungkinkan penyakit ini sangat rentan dialami. Pengobatan yang biasa diberikan oleh dokter adalah salep mata, tetes mata, dan obat minum seperti antibiotik, antialergi, dan antihistamin untuk mengurangi rasa gatal. ”Selain obat-obatan dan salep yang diberikan oleh dokter, pasien juga harus menjaga kebersihan dengan mencuci tangan setiap habis memegang sesuatu. Jaga kesehatan dengan mengurangi aktivitas diluar jika tidak ada yang terlalu penting untuk dilakukan, jangan mengucek mata dengan jari, bisa dengan tisu,” paparnya.

Penggunaan kacamata juga tidak bisa diabaikan karena menurut dokter umum berkerudung itu, ada dua manfaat berkacamata pada saat infeksi mata menjangkiti Anda.”Pertama, mengurangi infeksi mata berlebih karena debu dan bakteri lain, kedua, tidak menulari orang lain karena penyebaran penyakit ini bisa melalui udara,” jelasnya.

Apapun cara pencegahannya, memakai kacamata ataupun mengurangi aktifitas diluar ruangan sebisa mungkin dilakukan, dr. Reni menambahkan, yang paling penting adalah menjaga daya tahan tubuh dengan makan asupan bergizi dan olahraga teratur.

”Setelah berobat dan makan-makanan bergizi secara teratur, pasien hendaknya memeriksakan matanya setelah tiga hari. Kalau gejala tersebut belum membaik, mungkin ada penyakit lain dan kami segera merujuknya ke dokter spesialis mata agar penanganannya cepat,”pungkasnya.

Thursday, May 14, 2009

Peh Cun (Duan Wu)


Keajaiban Terjadi

Peh Cun adalah satu dari empat hari raya besar tradisi masyarakat Tionghua. Dimana hari-hari tradisi tersebut antara lain Imlek (Chun Jie) (diadakan tanggal 1 bulan 1 penanggalan lunar) yang merupakan festival musim semi atau tahun baru masyarakat Tionghua, Ceng Beng (Qing Ming) (tanggal 5 atau 6, bulan April) merupakan sembahyang kepada leluhur, Peh Cun (Duan Wu) (tanggal 5 bulan 5, penanggalan lunar) dimana memiliki hubungan erat dengan matahari, Tiong Cu (Zhong Qiu) (tanggal 15, bulan 8, penanggalan lunar) merupakan hari raya pertengahan musim gugur, yang biasanya ditemani dengan makanan yang bernama kue bulan.

Peh Cun adalah dialek Hokkian untuk kata pachuan (mendayung perahu). Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktek umum di kalangan Tionghoa-Indonesia, namun istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini. Festival ini telah berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou. Perayaan festival ini yang biasa kita ketahui adalah makan bacang dan perlombaan dayung perahu naga. Karena dirayakan secara luas di seluruh Cina, maka dalam bentuk kegiatan dalam perayaannya juga berbeda di satu daerah dengan daerah lainnya, begitu pula di indonesia. Namun persamaannya masih lebih besar daripada perbedaannya dalam perayaan tersebut.

Dari literatur lain, Peh Cun memiliki makna sebagai hari untuk menghindari xie (serong, jahat, buruk, busuk, rusuh, penyakit, bencana). Selain itu, beberapa keunikan dan keajaiban dipercaya terjadi pada hari Peh Cun, salah satunya adalah telur mentah dapat berdiri. Menurut kepercayaan sebagian orang tionghoa bahwa hal ini dapat terjadi di hari Peh Cun jam ke 5 perhitungan lunar sekitar pukul 11 hingga 13. Dikatakan dalam sebuah literatur bahwa pada jam tersebut adalah saat dimana kekuatan vertikal lintang langit, manusia dan bumi bersatu. Biasanya dilakukan perenungan pada saat ini.

Perayaan Peh Cun sendiri memiliki keterkaitan dengan tradisi dan kebudayaan Indonesia. Hampir setiap klenteng maupun Vihara di Indonesia termasuk di Bogor merayakan Peh Cun dengan cara-cara yang unik seperti perlombaan mendirikan telur, saling memberikan kado atau memasak bacang bersama sehari sebelumnya. "Setiap daerah memiliki tradisi yang berbeda. Contohnya saja di Tangerang tahun lalu diadakan perahu naga di sungai Cisadane. Kalau hal itu dilakukan di Bogor kan tidak mungkin karena arusnya deras," ujar David Kwa, pengamat budaya Cina kepada Jurnal Bogor kemarin.

Di Bogor sendiri pembicaraan tentang perayaan Peh Cun atau sembahyang Peh Cun ini sedang dalam pembicaraan di kalangan panitia Peh Cun. Rencananya, Peh Cun akan dilaksanakan dengan memasak bacang isi tahu bersama. "Ini bacang vegetarian, jadinya isinya tahu. Bisa juga diisi dengan daging ayam atau daging babi, kacang merah, dan lain-lain," pungkasnya.

SAMPAH TIDUR



My SnapShot. Tukang becak saking capeknya jadi langsung tidur aja padahal deket sampah.. Luar Biasa..

Sunday, May 10, 2009

Hari Raya Tri Suci Waisak 2553 BE


Eling dan Intropeksi Diri

Vihara Dhanagun mengadakan perayaan Hari Raya Tri Suci Waisak 2553 BE kemarin (9/5) di halaman Vihara Dhanagun yang berlokasi di jalan Suryakencana no.1. Hal yang kontras terlihat pada peringatan Waisak kali ini adalah lokasi sembahyang yang berbeda. Tahun lalu, Waisak diadakan di ruang Dharmasala lantai dua Vihara Dhanagun. “Umat semakin banyak sehingga ruang Dharmasala tidak dapat menampung kapasitas umat yang semakin banyak dari tahun ke tahun. Dilaksanakan di halaman Vihara juga bermaksud agar umat yang sembahyang bisa langsung ikut dalam peringatan ini sehingga umat yang ikut bersembahyang juga semakin banyak,” ujar Sigit Sunarjadi Rusly, Ketua Persamuan Umat kepada Jurnal Bogor kemarin.
Pada pukul 10.00 wib kemarin, acara pertama yang dilakukan sebagai rangkaian acara Trisuci Waisak adalah Pradakhsina (Jayamanggalagatha) yaitu prosesi ritual mengelilingi benda yang dianggap suci yakni penghormatan kepada Budha dan leluhur dengan mengitari vihara searah jarum jam sebanyak tiga kali. Sembari mengitari vihara, para umat pun membaca mantera, doa, dan puji-pujian untuk sang Budha sambil membawa bunga sedap malam sampai pada rangkaian acara Waisak selanjutnya. “Bunga tersebut melambangkan kehidupan manusia. Manusia ibarat bunga yang umurnya tidak akan lama. Oleh karena itu, manusia juga diajarkan untuk “eling”akan segala perbuatan yang telah ia perbuat dalam kehidupannya,”papar pria yang juga menjabat sebagai sekretaris yayasan Dhanagun itu.
Ditambahkannya, bunga tersebut juga membantu umat dalam melakukan meditasi (Renungan Wisak). “Sewaktu meditasi, bunga tersebut dapat membantu ketenangan dalam meditasi karena harumnya dapat mententramkan jiwa sehingga prinsip Trisuci Waisak dapat diambil hikmahnya oleh setiap umat,” cerita pria yang aktif memimpin acara kebaktian agama Budha tersebut.
Waisak tahun ini dipimpin dan diisi ceramahnya oleh Y.M Bhikkhsu Dhammaphala (Suhu Kova) yang datang dari Jakarta. Beliau memimpin acara peringatan Waisak 2553 BE tahun 2009 ini dengan khidmat dan teratur. Terlihat dengan para umat yang begitu khusyuk menjalani setiap acara apalagi sewaktu melakukan meditasi. “Meditasi dilakukan pada detik-detik Waisak yang tahun ini jatuh pada 11.01.10 wib. Saya dengar dari beberapa cerita bahwa setiap umat akan merasakan hal yang berbeda. Mereka juga sekaligus menyerap kekutaan yang ada pada saat detik-detik Waisak itu berlangsung,” ungkapnya.
Selain itu, Sigit juga menambahkan bahwa prinsip perayaan Waisak sama saja namun yang harus diingat adalah para umat harus mempelajari ajaran Budah dengan benar dan melaksanakan ajaran tersebut dengan benar pula. “Semoga jika kita melakukan hal itu semua, kehidupan kita akan jadi lebih baik untuk kedepannya,”pungkasnya.

Monday, May 4, 2009

Tsai Lun


Penemu Kertas yang Terlupakan

Satu lagi hasil cipta karya bangsa Cina yang menyumbang besar bagi kehidupan manusia di dunia. Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya adalah alami, dan mengandung selulosa dan hemiselulosa. Kertas yang dalam bahasa Inggris disebut “paper” diperkirakan berasal dari kata “papyrus” yakni bahan alami (sejenis tumbuhan) yang berasal dari Mesir. Pada mulanya kertas digunakan orang untuk menulis dan mencetak
Sejalan dengan disempurnakannya proses industri kertas yang berkembang berabad-abad, penggunaan kertas terus berkembang pesat dikarenakan potensinya yang istimewa. Kertas dapat dibuat dari beragam serat, seperti serbuk gergaji, serutan kayu, daun kering, bubuk kayu, kulit jagung, dan sebagainya. Bangsa Cina memakai bambu yang banyak terdapat di seantero negri ini. Saat ini kertas digunakan untuk tujuan dan fungsi yang tak terbatas.
Seseorang dari bangsa Cina bernama Tsai Lun, menemukan kertas pada 101 M. Namanya sangat asing di telinga kita mengingat betapa pentingnya penemuan tersebut. Ada anggapan bahwa nama Tsai Lun hanyalah dongeng belaka. Namun, penyelidikan seksama membuktikan dengan mutlak jelas bahwa Ts'ai Lun itu benar-benar ada. Dia seorang pegawai negeri pada pengadilan kerajaan. Ia mempersembahkan contoh kertas kepada Kaisar Ho Ti. Catatan Cina tentang penemuan Ts'ai Lun ini (terdapat dalam penulisan sejarah resmi dinasti Han) sepenuhnya dapat dipercaya. Orang-orang Cina senantiasa menghubungkan nama Ts'ai Lun dengan penemu kertas dan namanya tersohor di seluruh Cina.
Penemuan ini akhirnya menyebar ke Jepang dan Korea seiring menyebarnya bangsa-bangsa Cina ke timur dan berkembangnya peradaban di kawasan itu meskipun pada awalnya cara pembuatan kertas dan ukurannya merupakan hal yang sangat rahasia.
Pada akhirnya, teknik pembuatan kertas tersebut jatuh ketangan orang-orang Arab pada masa Abbasiyah terutama setelah kalahnya pasukan Dinasti Tang dalam Pertempuran Sungai Talas pada tahun 751 Masehi dimana para tawanan-tawanan perang mengajarkan cara pembuatan kertas kepada orang-orang Arab sehingga dizaman Abbasiyah muncullah pusat-pusat industri kertas baik di Baghdad maupun Samarkand dan kota-kota industri lainnya, kemudian menyebar ke Italia dan India lalu Eropa khususnya setelah Perang Salib dan jatuhnya Grenada dari bangsa Moor ke tangan orang-orang Spanyol serta ke seluruh dunia.
Adanya kertas merupakan revolusi baru dalam dunia tulis menulis yang menyumbangkan arti besar dalam peradaban dunia. Sebelum ditemukan kertas, bangsa-bangsa dahulu menggunakan berbagai macam bahan dari alam seperti tanah lempung yang dibakar, batu, kayu, bambu, kulit atau tulang binatang, sutra, bahkan daun lontar yang dirangkai seperti dijumpai pada naskah-naskah Nusantara beberapa abad lampau. Hal ini bisa dijumpai dari peradaban bangsa Sumeria dan prasasti-prasasti. Bangsa barat pun sebelum memakai kertas, mereka memakai kulit lembu.
Hingga sekrang, berbagai macam jenis kertas ditemukan untuk berbagai keperluan seperti Art paper, Alumunium foil, Kertas Cellophane, Karton, Duplex, Kertas Majalah, Tas Kertas, Kertas Serbet, Kertas Pastel, Kertas Merang, Kertas Tissue, Wallpapers, Watercolor Paper, Kertas Minyak, Kertas Metalik, dan Kertas Daur Ulang. Tidak ketinggalan kertas pembersih (tissue) yang digunakan untuk hidangan, kebersihan ataupun toilet. Ehm. Kira-kira, jenis kertas apalagi yang akan ditemukan ya?

Wednesday, April 29, 2009

Baju Koko, Baju Muslim Apa Baju Tionghoa?


Setiap hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha ataupun di acara-acara keagamaan umat muslim, ada pemandangan yang biasa kita lihat di berbagai tempat. Lihat saja para warga yang berbondong-bondong ke Masjid. Mulai dari anak kecil sampai orang dewasa laki-laki tidak lepas dari yang namanya baju koko. Baju koko populer sebagai trademark baju orang muslim. Padahal dari namanya saja kita bisa dengar “Koko”, sebutan bagi kakak dalam keluarga Cina. Dari kerahnya saja kita dapat melihat model kerah sanghai yang sangat khas seperti kerah baju cheongsam yang berasal dari Cina meskipun sekarang perkembangan mode telah merubah sedikit demi sedikit model baju ini sesuai selera pasar.
Warga Sunda Kelapa pun yang sekarang dikenal sebagai Batavia (Jakarta), dahulu menyebut baju koko dengan sebutan baju takwa. “Karena lidahnya “pelo” lama-lama sebutan baju takwa menjadi baju takwo. Sekarang malah menjadi baju koko,” ujar Robin, anggota PGB Bangau Putih kepada Jurnal Bogor kemarin.

Dituturkan pula oleh Eman Sulaeman, budayawan Sunda, bahwa memang bangsa Cina yang membawa budaya berpakaian dengan kerah sanghai ke Indonesia. Dulu sebutan baju koko adalah Twi Kim dan sarungnya bernama polekat sebelum sebutan baju koko populer sampai sekarang.

Selain bangsa Cina, Robin mengatakan bahwa perpaduan budaya atau mode baju koko pada zaman dahulu dipakai sebagai pembeda laskar muslim dengan laskar non muslim. Pengaruh dari masa kejayaan Sultan Hasanuddin pun cukup kuat. Beliau dikenal dengan ketakwaannya. Rakyat pun banyak mencontoh sifat-sifatnya sampai cara berbusananya. “Masyarakat melihat Sultan Hasanuddin sebagai panutan sehingga baju koko sekarang dikenal sebagai pakaian orang-orang bertakwa yang suka beribadah,” papar Robin, pria yang juga pemerhati budaya Cina itu.

Melihat fenomena berbusana dalam hal ibadah ini, Robin dan Eman Suleman berpendapat sama bahwa hal itu hanyalah budaya yang berkembang di Indonesia. Baju koko bukanlah sebagai patokan pakaian beribadah yang baik terutama bagi umat muslim. Setiap orang memiliki pilihannya masing-masing untuk berpakaian senyaman mungkin agar melakukan ibadah secara khusyuk.

“Asal tidak menyalahi ketentuan yang ada yaitu syariat islam, saya rasa bebas menentukan cara berpakaian apa saja untuk beribadah. Biasanya apa yang mereka pakai mencerminkan diri mereka. Saya saja tidak memakai kopiah atau peci haji ketika sholat Jum`at tapi memakai iket kepala khas Sunda karena mencirikan saya adalah urang sunda,” pungkas Eman yang juga Ketua Yayasan Hanjuang Bodas.

Dipublish juga di Jurnal Bogor (28/4/2009)

Friday, April 17, 2009

Makna Dua Patung Singa


Dari berbagai hewan yang ada di muka bumi ini, singa merupakan binatang yang memiliki arti penting bagi bangsa Tiongkok. Tengoklah di berbagai bangunan tradisional Tiongkok maupun modern terdapat dua buah patung singa yang menjaga pintu masuk bangunan tersebut.
Sepasang patung singa, jantan dan betina, sering terlihat di depan gerbang bangunan-bangunan tradisional bangsa Tiongkok. Singa jantan berada di sebelah kiri dengan cakar kanannya berada di bola, dan sang betina di sebelah kanan dengan cakar kirinya membelai anak singa.
“Di dalam mitologi Cina, singa adalah hewan dewata. Sepasang singa juga melambangkan keseimbangan (Yin dan Yang) dari kehidupan. Singa jantan memegang atau menjaga bola seperti bola api yang melambangkan kewaspadaan. Sebagai pemimpin dan penjaga, singa tersebut tidak boleh lengah. Singa betina pada cakar kirinya membelai anak singa yang melambangkan belas kasih,” papar Mardi Lim, penagmat budaya Tionghoa kepada Jurnal Bogor kemarin.
Ornamen yang satu ini bukan hanya mempercantik bangunan, karena bagi bangsa Tionghoa singa melambangkan kekuatan yang diharapkan dapat pula dimiliki oleh penghuninya. Bola yang berada pada patung singa jantan melambangkan kesatuan seluruh negeri, dan anak singa pada patung singa betina merupakan sumber kebahagiaan.Dengan begitu, singa memiliki arti penting bagi bangsa Tionghoa.
Di dalam literatur lain, patung singa juga untuk menunjukkan peringkat atau kedudukan seorang pejabat negara dengan melihat jumlah gundukan yang diperlihatkan oleh rambut keriting pada kepala singa. Rumah pejabat tingkat satu memiliki 13 gundukan dan jumlah itu menurun satu gundukan setiap turun satu peringkat. Pejabat dibawah tingkat tujuh tidak diperbolehkan memiliki patung singa di depan rumah mereka.
“Namun, patung singa penjaga di depan klenteng dan bangunan pejabat mempunyai karakteristik yang berbeda. Begitu istimewanya hewan ini karena singa adalah salah satu hewan tunggangan beberapa budha,” pungkas Mardi Lim ditengah-tengah kesibukannya.
Yang sangat menarik adalah singa bukanlah binatang asli dari negeri Tiongkok. Ketika Kaisar Zhang dari Han Timur memerintah pada tahun 87 SM, Raja Parthia mempersembahkan singa kepada sang kaisar. Singa lainnya dipersembahkan oleh sebuah negara di daerah tengah asia pada tahun berikutnya. Patung singa pertama kali juga dibuat pada permulaan Dinasti Han Timur. Sebagai informasi, sebuah jembatan terkenal, Lugouqiao, dibangun dari 1189-1192 SM, memiliki patung-patung singa yang berjumlah sekitar 498 hingga 501. Sebuah pepatah terkenal menyebutkan, “Singa dari Lugouqiao tidak terhitung banyaknya”.

Thursday, April 2, 2009

Emperan Jalan Suryakencana


Menjual Kenangan Masa Lalu
Lihatlah jalan Suryakencana pada siang hari. Padat, panas, pengap dan terkadang bau yang diakibatkan oleh air sampah tertumpuk di pinggir saluran air. Hal ini diakibatkan oleh padatnya penjualan yang kurang tertib dan teratur. Mulai dari lapak ilegal sampai pada pengelolaan sampah yang berantakan.

Meskipun begitu, apapun dapat kita temukan di sana. Mulai dari kebutuhan sandang, pangan, dan kebutuhan papan. Berbagai etnik bangsa mulai dari warga pribumi sampai dengan warga keturunan Tionghoa ada di wilayah yang disebut dengan China Town-nya Bogor.

Jika kita amati, dari beberapa perniagaan di sana, ada beberapa perniagaan yang menarik untuk disimak dan jarang untuk ditemui di tempat lain di kota Bogor. Seperti penjualan barang-barang antik sampai kaset-kaset bekas di sepanjang jalan Suryakencana tidak hanya menjual barang-barang bekas tapi juga menjual kenangan indah masa lalu.

Berbagai macam perkakas rumah tangga dan beberapa alat elektronik bekas dijual. Seperti uang lama, kaset bekas, batu cincin, barang-barang elektronik bekas yang terkadang tak utuh lagi pun dijual disana.


Heri, 12 tahun berjualan kaset bekas di emperan jalan Suryakencana mengatakan begitu banyak suka duka berjualan di emperan jalan. “Terkadang pengunjung ramai, kadang-kadang pengunjung juga tidak ada satupun yang membeli. Tapi saya tetap bertahan berjualan kaset bekas ini karena tidak ada penghidupan lain,” ujar Heri, pedagang kaset bekas kepada Jurnal Bogor kemarin.

Harga yang ditawarkan mulai dari dua ribu sampai lima ribu rupiah. Tergantung dari kelangkaan kaset itu. Kaset bekas yang dijual jumlahnya sedikit dibandingkan dengan yang dikios. Hanya kisaran puluhan jumlahnya. Stok barang didapat dari orang-orang yang mau menjualnya. “Biasanya saya membeli dari mereka seharga Rp 500,- hingga Rp 1500,-,” ujar Heri sambil membersihkan dagangannya.

Lain Heri, lain pula H. Holis. Beliau adalah penjual arloji bekas terlama dan memiliki kios rokok kecil di depan Gg. Pedati. “Dulu masih jualan di Gg. Pedati. Sekarang setelah 1968 ditertibkan kemari. Pengunjungnya tak kalah ramai kok. Kalau sekarang sedikit menurun karena krisis ekonomi,” ujar pria kelahiran 1942 itu.

Meskipun lapak mereka bisa dibilang ilegal karena tidak memiliki tempat khusus untuk berjualan, mereka tetap bertahan karena kebanyakan dari mereka tidak punya usaha sampingan selain penjualan barang-barang bekas. Dari sinilah mereka dapat menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya. “Saya bisa menyekolahkan anak saya sampai perguruan tinggi dengan berjualan seperti ini. Memang ada berkah dan kesulitannya,” pungkas H. Holis tersenyum.

Monday, March 23, 2009

Kemana CERSIL (Cerita Silat) itu?


Pada era rezim Soeharto, pendidikan di kalangan etnis Tionghoa agak terhambat. Hal itu sudah menjadi rahasia umum bahwa pendidikan Bahasa Tionghoa, baik Mandarin atau dialek lain, dilarang negara. Hal itu memang terus berjalan sampai datangnya masa reformasi. Meskipun demikian, karya Kho Ping Hoo alias Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo seperti cerita-cerita silatnya tetap bisa eksis di masa yang langka dalam "pendidikan" kebudayaan, sejarah, agama bahkan moral Tionghoa.

Karya-karya yang dikemas full text dan irit ilustrasi tetap menjadi suatu fenomena pada masanya dan menempati tempat di hati para penggemarnya. “Cerita-ceritanya membuat penasaran setiap pembaca. Malah, bagi sebagian orang hal itu sudah menajdi suatu hobi,” ujar Baehaqi, penggemar Kho Ping Hoo kepada Jurnal Bogor beberapa waktu lalu.

Cerita Silat Kho Ping Hoo tetap berkesan mendalam bahkan menjadi pembentuk watak bagi jutaan penggemarnya. Setiap tokoh dan tempat-tempat yang diceritakan dibeberkan serealistis mungkin. “Karyanya itu banyak membangkitkan imajinasi si pembaca. Seolah-olah kita merasakan dan melihat sendiri tempat dan kejadiannya,” katanya.

Di samping itu, rasa ingin tahu dan keinginan untuk belajar lebih banyak tentang Tiongkok atau China selalu menghantui para pembacanya. Mulai dari jurus-jurus yang digunakan sampai pada makanan khas cina. Hal ini bisa menjadi sebuah inspirasi baru bagi setiap pembaca yang membaca cerita silat yang sudah ratusan jumlahnya.

Karya Kho Ping Hoo juga merupakan gambaran yang menarik dari sebuah perjalanan pendekar-pendekar silat. Merupakan cerita dari perseteruan kubu yang baik dan kubu yang jahat tetapi tetap saja kebenaranlah yang akhirnya menang. “Dari karya-karyanya bisa kita petik sebuah perebutan kekuasaan, sifat-sifat manusia yang iri dengki maupun perkelahian yang melatarbelakangi hal itu semua,” papar pria yang sudah mulai membaca serial Kho Ping Hoo sejak SMP ini.

Di tengah-tengah maraknya perkembangan buku Indonesia dari mulai komik sampai pada novel kontemporer ditambah lagi karya sastra luar, hal ini sedikit mulai sedikit tergerus oleh perkembangan zaman. “Anak-anak sekarang lebih memilih komik atau cerita bergambar lainnya. Sekarang pun walaupun saya sudah mengoleksi puluhan karyanya, saya tidak membacanya lagi,” pungkasnya. Sri Wahyuni

Monday, February 9, 2009

CAP GO MEH 2560


Amazing... It`s Super Duper Fantastic Moment that people at Bogor saw. This is event celebrate every year. Many people came to see this from morning until midnight. Altough the rain has come, the respond from the people very good.

There is many journalist and photographer including hobies and Club report folk party. there is "pawai" that begin at four o`clock until midnight. Today, February 9, 2009, Jl. Suryakencana crowded about 12.000 people among society all aroung kota Bogor. not only from there, the Media from China report this moment for their comunity.

as long as the event, many "Joli" vehicle of God brought by people from Vihara Dhanagun until Jl. Siliwangi. Almost people get entertain from Ling dan Barongsai. MAny people give some money, angpao, for the liong. they took the envelop to the Mouth of Liong.

From baby, Child, until older people saw this great event at Bogor.
"This is gift from God. we must always thanksful to god. because gift from GOD will bless us long as year," David Kwa, said him yesterday.

Tuesday, January 20, 2009

Motivasi Diri, Disiplin Mandiri

Para mahasiswa yang notabene seorang yang berjiwa semangat muda dan pantang menyerah, terkadang harus bergelut dan pasrah dengan yang namanya ujian. Entah itu ujian harian, UTS (Ujian Tengah Semester), dan UAS (Ujian Akhir Semester), yang terkadang sangat ditakuti mahasiswa. Ketakutan itu bukan tanpa alasan, pasalnya, sebagian dari mereka menyatakan ketidaksiapannya untuk mengikuti ujian dengan berbagai alasan. Hal ini dipakai sebagai alasan bagi mereka untuk melakukan SKS (Sistem Kebut Semalam).
Seorang siswa SMA masih menyempatkan belajar di dalam sebuah commuterline
Ujian harian atau ujian semester disikapi dengan rasa takut dan ketidakpercayaan diri atas kemampuannya. Padahal, apabila rasa percaya diri itu dipupuk dan belajar dengan tekun akan membuahkan manfaat yang akan dirasakannya sendiri di masa yang akan datang. Ketidaksiapan yang mereka rasakan didapat dari berbagai faktor. Faktor dari dalam diri maupun dari lingkungan seperti teman yang mempunyai kebiasaan (red-SKS) yang sama.

Seperti yang diungkapkan oleh Heni Rahmini Handayani, S.Kom, Dosen Diploma IPB yang ditemui Studenta Jurnal Bogor, faktor dari dalam dirilah yang mempunyai andil yang sangat besar untuk membuat para mahasiswa tersebut bisa disiplin dalam belajar. Lingkungan hanya sebagian kecil faktor yang membuat mahasiswa melakukan SKS.

“Sistem SKS itu sangat tidak bagus ya, karena kemungkinan besar yang ada hanya rasa kantuk pada waktu ujian. Hal ini bukannya membantu, tapi malah bisa menjerumuskan mereka karena tidak berkonsentrasi dalam mengerjakan ujian,” ujar Heni kepada Studenta Jurnal Bogor, kemarin.
Dosen Pemrograman Web ini juga mengatakan, SKS adalah suatu kebiasaan yang harus dihilangkan. Butuh suatu motivasi diri untuk lebih disiplin dalam belajar dan dukungan dari berbagai pihak untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut.

“Kebiasaan saya waktu kuliah adalah membaca bahan kuliah minimal seminggu sebelumnya. Pada malam hari sebelum ujian berlangsung, saya hanya tinggal me-review apa saja yang telah saya pelajari sebelumnya.

Cara ini saya pandang sangat efektif untuk metode belajar yang baik. Saya juga sering mengingatkan pada mahasiswa saya agar melakukan hal demikian demi kebaikan mereka juga,” ungkapnya.
Disiplin dalam belajar agar tidak melakukan SKS itu sendiri juga bukan merupakan hal yang mudah apabila dikerjakan dengan rasa berat hati. Butuh dukungan dari berbagai pihak agar SKS ini tidak membudaya di generasi muda Indonesia. Karena manfaat yang didapat sangat sedikit malah bisa dibilang sangat merugikan mahasiswa.

“Walupun sudah diingatkan, terkadang kebiasaan itu sudah menjadi budaya. Kembali lagi pada diri sendiri untuk memulai dan mau berubah untuk menjadi lebih baik. Mulai dari diri sendiri dan dari sejak dini. Motivasi diri agar disiplin mandiri,” tandasnya.

"Anda masih malas belajar? Setan saja tidak pernah malas!"