Friday, August 28, 2009

Mengalap Berkah dari Pengolahan Kulit


Jika berjalan-jalan di sepanjang daerah Empang, kita pasti menemukan berbagai pengolahan makanan maupun benda yang berasal dari hewan. Seolah-olah, dari kawasan ini kita selalu diajak mengingat kekuasaan Allah dari berbagai sisi.

"Dan Allah menjadikan bagimu rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan membawanya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)." (An-Nahl [16]: 80)

Begitulah surat An-Nahl: 80 memberikan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Kebiasaan mereka menjalankan perintah Allah pun menjadi bagian dari kehidupan warga Empang sehari-hari. Kebiasaan itu mendarah daging dalam segala hal, termasuk mengolah berbagai sumber kehidupan dari hewan. Contohnya saja, warga Empang terbiasa mengonsumsi nasi kebuli yang bahan bakunya adalah beras dan daging kambing, begitu juga dengan sate kambing Empang yang ternama di Bogor, pasar daging dan pasar hewan, hingga pengolahan kulit hewan.

Di sepanjang jalan Empang (kini jalan Raden Saleh.red) menjadi salah satu tempat penjualan kulit kambing yang terkenal. Kamil, penjual kulit kambing yang telah 20 tahun menggeluti usaha penjualan kulit kambing mengatakan bahwa usaha ini tetap mampu bertahan seiring kebutuhan. Di toko milik Hakim Balawea itu, sekurangnya 200 potong kulit kambing selalu siap dipasarkan.

“Jumlah tersebut adalah stok yang kita sediakan. Karena tidak hanya menjelang Idul Fitri saja penjualan meningkat, sebelum bulan Ramadhan penjualan kulit bahkan bisa lebih tinggi,” papar pengelola toko di jalan Empang no.10 itu.

Konsumen memanfaatkan kulit kambing untuk berbagai kebutuhan, mulai dari pembuatan hiasan, dompet, alat musik seperti rebana hingga bedug. Kebutuhan yang besar mengharuskan Kamil untuk mengamankan stock dan persediaan. Karena itu, Kamil pun menerima pembelian kulit kambing dan kulit domba. Setiap kulit kambing dan domba basah yang telah digarami dibeli dari penjual kambing dengan kisaran harga Rp 25.000,-. Pemberian garam dimaksudkan sebagai pengawet, agar kulit tidak segera membusuk. “Tapi harga itu relatif, tergantung lebar dan jenis kulitnya,” papar Ayah dari satu anak itu.

Ada perbedaan antara kulit kambing dan kulit domba terkait dengan struktur kulit tersebut. “Kulit kambing memiliki serat yang lebih keras sehingga biasa dimanfaatkan untuk alat musik pukul seperti rebana, gendang, bedug, dan lain sebagainya. Hiasan dinding dari kambing juga digemari. Kalau kulit domba memiliki serat yang lebih lentur, sehingga akan mudah robek bila dibuat bedug,” jelasnya.

Kulit domba, tambahnya, lebih banyak dimanfaatkan untuk industri mode seperti pembuatan dompet, ikat pinggang, tas, jaket, dan sarung tangan golf. Ini terkait dengan bahannya yang lebih lentur dan mudah dimodifikasi. Kulit-kulit tersebut akan diolah di gudang yang berlokasi di jalan Masjid II.

Gudangnya Puluhan Ribu Kulit di Empang

Sebuah gudang yang dindingnya terbuat dari kombinasi bilik dan tembok di jalan Masjid II, Kelurahan Empang ini tak terlihat seperti gudang kulit kambing dan domba. Namun, apabila kita mendekat, bau kambing segera tercium sangat kuat dari dalamnya.

Gudang kambing milik Hakim Bawael yang ada sejak 1982 ini merupakan gudang dengan partai besar yang menampung kulit hewan potong seperti kambing, domba, sapi, dan kerbau dari gudang partai kecil yang berasal dari Cipanas, Cisarua, dan Cianjur.

“Seminggu sekali sekitar 700 lembar kulit kambing dan domba kami ambil dari gudang-gudang partai kecil tersebut. Sebelum diambil, kulit basah tersebut sudah digarami sebelumnya untuk menghentikan proses pembusukan, minimal menghambatnya hingga dikeringkan. Tapi kami akan garami lagi setelah sampai disini, sehingga mencapai dua kali penggaraman,” papar Aba, salah seorang pegawai yang bertugas memilih kualitas kambing serta penggaraman kulit.

Proses dari kulit kambing dan domba basah hingga menjadi kulit kering yang siap dipasarkan tak begitu sulit. Setelah kulit digarami dua kali, Aba menjelaskan bahwa kulit kambing tersebut dilipat dua dan ditumpuk agar air yang ada segera turun.
“Setelah kami terima dari berbagai gudang partai kecil di Bogor, kulit-kulit tersebut dilipat dua dan didiamkan minimal seharian, sehingga airnya turun dan kulit bisa dijemur keesokan harinya,” papar Aba sambil mempraktekkan penggaraman kulit.

Penjualan kulit kambing basah bergantung pada ukurannya. Setiap ukuran menentukan harga dari setiap kulit kambing yang dibeli. Satuannya disebut pit. Aba mengatakan bahwa ukuran terkecil dari kulit kambing adalah tiga pit dan itu biasanya kulit anak kambing. Semakin besar angka pitnya maka akan semakin mahal harganya, apalagi kalau kulit domba.

“Ukuran yang ditetapkan mulai dari 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 pit. Namun untuk kulit sapi dan kulit kerbau tidak menggunakan hitungan pit tapi per kilogram. Kalau kulit sapi putih juga berbeda harganya, lebih mahal daripada sapi hitam,” papar Aba.

Kulit-kulit di gudang tersebut berjumlah ribuan pada hari-hari biasa. Kamil, pengelola toko kulit kambing mengatakan bahwa pada hari raya, kulit-kulit tersebut akan memenuhi gudang dan berjumlah hingga puluhan ribu.

“Kalau hari biasa berjumlah ratusan hingga ribuan. Tapi kalau menjelang hari raya apalagi menjelang Idul Adha, bisa puluhan ribu,” jelas Kamil.

Kulit kambing bisa diolah langsung dengan cara dikeringkan dengan dijemur seharian dari pagi hingga pukul satu siang. “Tergantung cuacanya juga, kalau hujan maka penjemuran bisa makan dua hari,” katanya.

Selain itu, kulit kambing dan domba juga dapat diproduksi lebih lanjut. Produksi dilakukan di Bandung dengan pabrik dan peralatan yang lebih canggih dan modern. Pabrik-pabrik besar itu, salah satunya memperoleh bahan baku kulit dari Empang.

“Seminggu sekali sebanyak 250 kulit akan dikirim ke Bandung untuk diproduksi lebih lanjut. Disini hanya sebagai gudang penyimpanan saja,” jelas ayah dari tiga anak itu.

Dari hasil pemotongan kulit kambing yang akan dijemur, ada sisa pemotongan kulit yang juga dapat dimanfaatkan yang dinamakan cungkring. “Kalau orang Cirebon bilangnya cecepet. Hasilnya nanti seperti kikil setelah dibuang bulu kambingnya dan diolah sehingga menjadi masakan yang gurih. Harganya juga murah, cungkring mentah dijual seharga Rp 500,- per kg,” tambahnya.

Lanjut Aba, produksi dari kulit dapat dihasilkan berbagai produk mode berupa dompet, ikat pinggang, sarung tangan motor, sarung tangan golf, jaket, dan golf.

“Kalau ada yang bingung dalam membeli kulit, saya sarankan untuk membeli produk kulit dari bahan domba. Selain lentur, bahannya juga lembut di kulit. Pokoknya nyaman kalau dipakai,” tandas Kamil memberi panduan. Sri Wahyuni

2 comments:

kambing aqiqah said...

terimakasih atas infonya

Sri Wahyuni said...

Sama-sama.. ^^d

Sukses juga ya..