Monday, February 11, 2008

SBY vs Ma`arif

Zaenal Zalimi Yudhoyono ?

Isu “basi” tentang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah memiliki Istri dan anak sebelum masuk Taruna Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) ditebar mantan Wakil Ketua DPR RI Zaenal Ma`arif dan telah menjadi polemik di kancah perpolitikan Indonesia. Bagaimana tidak, hal ini merupakan angin “busuk” yang mencemari nama baik Presiden. Pasalnya, Zaenal Ma`arif tidak terima Presiden mengeluarkan Keppres 60/2007 soal PAW (Pergantian Antar Waktu) (25/7) yang berujung pada pemecatannya sebagai Wakil Ketua DPR dan pencopotannya sebagai anggota partai. Padahal presiden hanya mengikuti aspirasi partai yang menginginkan PAW kepada Zaenal karena partainya, PBR, tidak menghendaki lagi dia duduk di posisi pimpinan DPR. Hal ini seharusnya menjadi persoalan intern dalam partai, bukan sebagai “perang politik”. Dia menilai adanya konspirasi yang melibatkan SBY dalam Keppres tersebut. Tetapi hal ini diklarifikasi oleh Mensesneg Hatta Rajasa (27/7) di Kantor sekretariat negara (Setneg). “ Jika ada statemen berlebihan dari Zaenal yang mengatakan adanya konspirasi, itu tidak benar. Apalagi sudah menyangkut hal-hal di luar proses tersebut dan berita yang menyerang Presiden secara pribadi, itu sudah di luar konteks dan tidak proporsional,” kata Hatta yang juga Menteri Perhubungan ini.

Dalam pasal 85 ayat 1 huruf c dan ayat 3 UU 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan (Susduk) MPR, DPR, DPD, DPRD, kata Hatta, anggota DPR berhenti antar waktu karena diusulkan partai politik yang bersangkutan. Itu berarti, harus siap jika dikenai sanksi pecat oleh parpol maupun sanksi Recall oleh DPR. Dalam konteks ini, pemberhentian Zaenal diusulkan oleh PBR kepada pimpinan DPR dan selanjutnya disampaikan kepada Presiden. Pada pasal berikutnya yaitu pasal 87 ayat 1, 2, dan 3 disebutkan pimpinan DPR setelah menerima surat segera menyampaikan kepada KPU nama anggota DPR yang akan dilakukan PAW untuk dilakukan verifikasi. Jadi yang melakukan verifikasi adalah KPU untuk kemudian pimpinan DPR menyampaikannya kepada Presiden. Atas dasar itu semua tidak ada satupun pasal yang memuat bahwa yang melakukan verifikasi adalah Presiden. Presiden hanya melakukan tindakan administratif peresmian dalam PAW. Sehingga tuduhan Zaenal sangat tidak beralasan. Pun, dalam kacamata politis, kehadiran Keppres 60/2007 harus dilihat sebagai jawaban dari kontoversi yang ditimbulkan oleh Zaenal Ma`arif sendiri. Setidaknya, keinginannya yang pernah diungkapkan saat kalah dalam persaingan memperebutkan kursi jabatan Ketua Umum DPP PPP sudah terwujud walaupun dengan cara yang berbeda.

Menyangkut hal itu, presiden mengatakan bahwa berita bohong dan fitnah yang disampaikan Zaenal Ma`arif itu sudah sangat keterlaluan. Sebab, selain tidak benar, juga merusak kehormatan, nama baik dan harga dirinya. Untuk itu beliau telah melaporkannya ke Polda Metro Jaya (29/7) atas tuduhan pencemaran nama baik. “Saya harus mengikuti aturan main, ketentuan hukum, apabila seorang warga negara mendapatkan masalah seperti ini. Saya juga tidak menggunakan perangkat negara yang tidak semestiya,” papar Ayah dari Edhi Baskoro Yudhoyono yang senin lalu (23/7) diwisuda dari pascasarjananya di NTU (Nanyang Technological University, Singapura. Pasal yang digunakan menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman, adalah pasal umum dalam pengaduan yaitu pasal 310, pasal 311, dan pasal 355 KUHP. Bukannya pasal 134, 136, dan pasal 137 KUHP tentang delik penghinaan kepala Negara. Kita bisa melihat bahwa Presiden SBY menempatkan dirinya sebagai warga negara bukan sebagai kepala negara yang memiliki kelengkapan hukum untuk bias melawan lawan politiknya.

Presiden menambahkan bahwa tindakannya ini dapat diambil sebagai pelajaran bagi setiap masyarakat Indonesia yang difitnah, agar tidak ragu melaporkannya ke kepolisian

Walaupun begitu, Zaenal tetap bersikukuh membeberkan bukti-bukti “pernikahan” SBY sebelum masuk ke Akabri kepada DPR, MPR, DPD dan Mahkamah Konstitusi (MK) senin lalu (30/7). Beliau menyatakan memiliki bukti-bukti yang cukup dalam bentuk video compact disk (VCD). Tidak begitu jelas apa sajakah bukti-bukti tersebut. Apakah surat-surat nikah dari KUA bersangkutan, saksi-saksi yang bisa dimintai keterangan tentang pernikahannya, ataupun testimony dari “anak”, dan “istri” Yudhoyono. Walaupun begitu, isu ini telah berhembus kencang di ranah politik. Zaenal membantah bahwa kedatangannya ke DPR untuk membeberkan bukti tersebut ada yang mem-back up atau ada dukungan. “ Tidak, tidak ada kok! Saya ini ibarat mentimun yang layu dan menghadapi durian yang besar, mana mungkin. Apalagi saya menghadapi orang yang mempunyai alat yang banyak,” jelas Zaenal meyakinkan.

Tentunya hal ini harus bisa disikapi dengan kepala dingin. Jangan hanya memperjuangkan arogan diri semata. Walaupun bukti-bukti yang diajukan Zaenal sah secara hukum , termasuk kemungkinan tes DNA, tetap saja isu ini begitu sensitif untuk diusut sampai tuntas. Pihak yang terganggu selain keluarga besar presiden adalah institusi kemiliteran. Jika benar, maka institusi kemiliteran sangat ceroboh dan kebobolan dalam melakukan penyeleksian calon-calon taruna. Bukan hanya kredibilitas militer yang terganggu tetapi juga secara perlahan akan mendegradasikan moralitas prajurit sampai pensiunan hari ini. Bagaimana mungkin orang yang menyandang bintang Adi Makayasa dan menempuh jalur akademik secara gemilang dapat “menyembunyikan” status pernikahannya ?

Secara keseluruhan bukan hanya institusi kemiliteran yang terganggu tetapi juga seluruh bangsa dan negara. Kinerja presiden dalam membangun negara harus terganggu untuk memikirkan masalah pribadi semata. Akan ada pihak yang bertepuk tangan dan mengambil “kesempatan dalam kesempitan” untuk menyambut pemilu 2009 kelak.

Kasus ini bukan sekedar tuduh menuduh atau fitnah memfitnah tapi juga menjangkau sumbu dan akar persoalan bangsa ini, yakni mempertanyakan kredibilitas institusi-institusi dasar dalam memverifikasi dan meloloskan para pemimpin.

Tentunya Zaenal tidak di larang untuk menjalankan haknya sebagai warga negara untuk membeberkan bukti dari tuduhannya kepada presiden, tetapi yang harus Zaenal waspadai jika bukti-bukti tersebut ternyata tidak dapat membuktikan “pernikahan” SBY maka ada fitnah besar yang menyangkut nama baik orang nomor satu di negri ini.

Semoga negara kita bukanlah negara yang suka main tuding-tudingan atau fitnah-fitnahan. Berkacalah pada diri sendiri dulu sebelum memutar balikkan fakta untuk

mempertahankan kepentingan diri sendiri. YUNI

No comments: