Jika
bertanya siapa soulmate Dewa Budjana kepada Denny Sakrie (pengamat musik),
pastilah jawabnya adalah gitar. Gitar adalah sebuah kehormatan dan harga diri. Ini
diperlihatkan ketika menggelar konser tunggalnya di Gedung Kesenian Jakarta,
yang dibarengi peluncuran buku Gitarku, Hidupku, Kekasihku.
Kekaguman dan luapan rasa cinta Budjana terhadap sosok wanita juga sangat
terasa dalam beberapa komposisi karyanya. Pada saat itu Budjana menggunakan 8
gitar kesayangannya, termasuk gitar Parker Fly yang diberinya nama Saraswati.
Siapa yang tak
kenal Dewa Budjana? Malang melintang di dunia musik Indonesia dengan sejuta
karya. Gitaris, komposer sekaligus produser. Pria kelahiran 30 Agustus 1963 di
Waikubak, Sumba Barat ini telah mengakar di band GIGI lantaran perannya sebagai
gitaris dan pencipta lagu. Tak pelak kesuksesan band yang didirikannya bersama
Armand Maulana ini tak lepas dari tangan dingin Budjana.
Ia mampu
menyatukan kekuatan musik rock dan pop secara bersama-sama. Musikalisasi dari
petikan gitarnya membawa ia menjadi salah satu gitaris top papan atas
Indonesia. Bakatnya telah terlihat sejak ia duduk di bangku sekolah dasar di
Klungkung Bali. Keinginannya untuk belajar gitar sangat dominan, sampai-sampai
ia harus mencuri uang neneknya pada saat usia 11 tahun untuk membeli gitar
seharga Rp 10.000 saat itu.
Sejak saat itulah
Budjana kecil tidak memiliki semangat untuk bersekolah karena baginya gitar
adalah nomor satu. Belajar otodidak, dia mampu dengan cepat dan mahir memainkan
lagu Deddy Dores berjudul “Hilangnya Seorang Gadis” dan lagunya The Rollies berjudul
“Setangkai Bunga”.
Ketika
pindah ke Surabaya pada tahun 1976, ia semakin bergairah bermain musik. Namanya
pun mulai dikenal di Surabaya. Jalannya menggapai mimpi ia mulai dengan
mengambil kursus musik klasik dan bergabung dengan sebuah band jazz pertama. Kemudian,
pada tahun 1981 dia membeli sebuah gitar listrik ( Aria Pro II) dan mulai
bermain musik dengan banyak orang yang berbeda. Perlahan-lahan gaya musiknya
mulai berubah dari rock, pop ke jazz. Saat itu ia mulai terpengaruh oleh John
McLaughlin dari Mahavishnu Orchestra, Chick Corea, Gentle Giant, Kansas,
Tangerine Dream, American Garage, Pat Metheny dan Allan Holdsworth.
Kelihaiannya memetik gitar membuahkan hasil. Bersama bandnya ‘Squirrel’,
Dewa Budjana memulai karirnya sebagai gitaris komposer, padahal ia masih duduk
di bangku SMA. Ketika band lokal jazz memainkan lagu-lagu popular dari band
lain, ia menciptakan komposisi Nusa Damai yang membawa bandnya menjadi Band
Terbaik di Light Music Contest pada 1984 yang diselenggarakan di Teater
Terbuka, Taman Ismail Marzuki. Ia pun menjadi pemain gitar terbaik.
Setahun kemudian, ia hijrah ke Jakarta dan membawanya ke Jack
Lesmana seorang legenda jazz Indonesia yang memperkenalkannya kepada musisi
profesional lainnya. Dari beliau Budjana
banyak mengenal dan mendapatkan pengetahuan mengenai filosofi-filosofi dalam
bermain jazz, termasuk tentu saja bermain standard jazz dengan lebih baik.
Beruntung tidak berapa lama setelah itu Budjana mulai banyak
mendapatkan tawaran untuk mengisi rekaman-rekaman kaset seperti pada album solo
Indra Lesmana, Catatan si Boy II, Andre Hehanussa, Heidy Yunus, Memes, Chrisye,
Mayangsari, Dewi Gita, Desy Ratnasari, Potret, Trakebah, Caesar (Deddy Dores), Nike
Ardila dan lain-lain.
Sebelum bergabung dengan GIGI, ia sempat bergabung ke Spirit band
dan sempat merilis dua album, yang pertama berjudul "Spirit"
dan yang ke dua berjudul "Mentari". Ia memutuskan keluar dan bergabung dalam Java
Jazz (Indra Lesmana). Tak hanya itu, ia juga sempat bermain dengan banyak band
seperti Jimmy Manopo Band, Erwin Gutawa Orkestra, Elfa's Big Band dan Twilite
Orchestra.
Masih
setia dengan GIGI yang dibentuknya pada tahun 1994 bersama Baron (gitar), Thomas
(bass), Armand Maulana (vokal) dan Ronald (drum). Bersamaan dengan GIGI di
album yang ke enam, Budjana mencoba meneruskan cita-citanya yang dulu yaitu
membuat album solo jazz. Sejak saat itu Budjana telah merilis sebanyak 4 album
solo yang berjudul : Nusa Damai, Gitarku, Samsara dan
Home yang merupakan album penghormatan kepada korban bencana Tsunami.
No comments:
Post a Comment